19
Kim
San berada di apartemen pribadi miliknya. Bukan, apartemennya bersama Min Ho.
Melainkan, apartemen yang benar-benar miliknya. Kim San duduk di sebuah
sofa berwarna putih. Dia mengenakan sweter hangat berwarna abu-abu dan celana
hitam panjang. Ada sebotol anggur yang tidak terlalu keras di atas meja di
hadapannya. Seperti, yang kukatakan, Kim San sama sekali tidak suka
minum-minuman keras yang membuatnya mabuk.
Dia
meletakan gelas di atas meja, meski anggurnya
masih tersisa banyak. San berjalan ke sebuah lemari kaca dan mengambil sebuah
kotak kayu yang kecil. Kemudian, dia duduk kembali di sofa. San membuka kotak
itu, di dalamnya ada cincin berbentuk cakar yang dulu digunakan pria bertato
itu. San mengambil benda itu dan memakainnya di jari tengahnya.
Kim
San tersenyum.
“Dulu,
aku tak bisa menggunakannya karena terlalu besar. Sekarang, benda ini
sepertinya sangat cocok untukku.” kata San pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba
ponselnya berbunyi.
“Apa
kau akan pulang? Aku sudah menyiapkan makanan enak untumu.” kata Min Ho di
ujung telepon. Kim San berkata dengan terkejut, “Benarkah? Ah... kau harusnya
bilang lebih awal. Jadi, aku bisa menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat. Tapi,
sekarang, pekerjaanku di kantor masih sangat banyak. Aku tak yakin bisa pulang
malam ini...”
Terdengar
suara kecewa Min Ho.
“Maaf.
Kukira kau tak ada pekerjaan. Tadinya, aku ingin memberimu kejutan.” kata Min
Ho. Kim San tidak memperdulikannya, dia mengetuk-ngetukkan cakar yang ada jari
tengahnya ke meja.
“Apa
aku harus datang?” tanya San.
“Tidak.
Tidak usah, nanti saja kita makan malamnya. Selesaikanlah dulu pekerjaanmu.”
kata Min Ho. “Tapi, suara apa itu?”
“Ah,
bukan apa-apa.” kata Kim San dengan santai. Setelah itu, dia menutup
teleponnya.
Kim
San mengangkat kakinya dan meletakannya di atas meja. Dia menyandarkan
kepalanya di sofa dan memejamkan matanya. Senyum tak berhenti tersungging dari
mulutnya. Sebentar lagi, aku akan menguasai Grup DK. Hanya tinggal sebentar
lagi......
20
London,
musim dingin masih di bulan Januari........
Harga
dari sebuah kehidupan adalah perjuangan.
Aku
sudah lama meyakininya. Aku sekarang sedang berjuang sekuat tenaga agar bisa
menyelesaikan sesuatu yang telah aku mulai. Sebentar lagi, aku mungkin akan
bisa menyelesaikan akhirnya, meski aku sendiri tak tahu apa aku akan
mendapatkan hasil yang maksimal atau tidak dari kerja kerasku ini.
Kim San menatap salju yang turun
semakin lama semakin banyak. Setelah, pembicaraan mereka waktu itu, sekarang
Jung Woo sudah benar-benar kembali seperti biasa....
Orang-orang
berlalu-lalang di jalanan. Para wanita-wanita berambut pirang berjalan dengan
cepat. Di tangan mereka, Kim San bisa melihat banyaknya belanjaan yang mungkin
akan mereka persiapkan untuk keluarga mereka. Sementara, para pria berjalan
dengan lebih cepat lagi. Pasti, mereka ingin cepat pulang ke tempat tinggal
mereka masing-masing. Asap muncul saat mereka bernafas, menandakan suhu musim
dingin di London pasti sangat rendah.
Kim
San akan menemui salah seorang pemegang saham yang cukup besar di Grup DK. Kim
San sendiri agak terkejut karena, dialah yang menghubunginya lebih dulu.
Padahal, bahkan saat ada rapat pemegang saham, biasanya dia hanya akan
diwakilkan. Pasti, ada sesuatu yang sedang terjadi padanya.
Nama pria itu, Christian Severe IV.
Dia adalah pewaris tunggal
Severe Enterprise. Salah satu, perusahaan paling terkemuka di dunia. Wajahnya
sangat tampan, lajang dan menjadi pria paling diincar di seluruh dunia. Banyak
yang bilang, jika ada seribu malaikat yang memahat wajahnya. Matanya berwarna
biru dan tubuh sempurna. Dia kaya, tampan dan mengagumkan. Kim San pun mengakui untuk ukuran manusia
–seperti juga yang selalu dikatakan banyak orang- dia sangat sempurna.
Jung Woo menghentikan mobilnya dan
seorang pria dengan sigap membukakan pintu untuknya. Kim San keluar dari dalam
mobil. Kemudian, berjalan masuk ke dalam hotel.
#####
Seperti
yang diduga, San. Tempat menginap Christian Severe IV bukanlah tempat
sembarangan. Kamarnya sangat megah dan semuanya berwarna putih. Kamarnya
terdiri dari tiga ruangan besar dengan barang-barang kualitas nomor satu. Satu
tempat tidur, ruang santai dan juga ruang makan yang tak kalah luasnya.
Mungkin, tempat ini lebih pantas disebut rumah daripada kamar.
Christian
Severe IV duduk dengan santai di salah kursi. Seperti yang kuduga, dia lebih
tampan jika dilihat aslinya. Matanya yang berwarna biru cemerlang
memperlihatkan kecerdasan alaminya yang tak terbantahkan. Dia mengenakan baju
hangat dan celana panjang yang cukup tebal. Tangannya yang satu lagi memegang
segelas wine yang hampir habis. Kim San tak tahu kenapa dia minum di
saat seperti ini.
“Silahkan
duduk.” katanya dengan bahasa Inggris dengan aksen amerika. Kim San duduk di
sebuah kursi di hadapannya. Ada dua hal yang tak bisa San abaikan saat melihat
Christian Severe IV secara langsung. Pertama, anting salibnya yang legendaris.
Anting yang menjadi simbol penguasaan Severe Enterprise secara mutlak, sama
seperti mahkota bagi raja. Anting itu ternyata lebih besar dari dugaan Kim San,
meski ukiran pada anting itu memang sangat indah.
Banyak
yang bilang anting itu terbuat dari emas murni dua puluh empat karat –entah
benar atau tidak- yang tak akan hancur
meski di simpan selama ratusan tahun atau meski tenggelam di dasar lautan
sekalipun. Jika, diuangkan, mungkin, cukup untuk membeli sebuah negara.
Hal
kedua, yang menjadi bahan perhatiannya adalah sebuah luka kecil di keningnya.
Tidak hanya itu, tangannya pun sedikit terluka.
Di
sampingnya, ada seorang pria yang berkulit sawo matang. Menurut, perkiraan San,
pria itu pasti berasal dari Asia Tenggara. Mungkin, Indonesia. Tapi, bisa juga
Malaysia. Karena, jelas sekali jika dia adalah
seorang melayu. Wajahnya lumayan manis, matanya hitam dan tubuh yang
kurus. Sama seperti, Christian Severe, pada dirinya juga terdapat beberapa
luka.
“Anda
terlihat lebih santai dari yang aku duga.” kata San. Tentu, memang ini bukan
pertemuan resmi. Tapi, San tak menyangka jika dia benar-benar akan kelihatan
begitu santai. Bahkan, sempat minum wine pula. Dia menatap San, dan
berkata dengan halus, “Apa Anda mau minum?”
Kim
San menggelengkan kepalanya, “Saya tidak
minum.”
Christian
Severe IV adalah pria yang sudah terkenal plaboy. Tapi, saat melihatnya
sekarang, Kim San sedikit meragukan hal itu. Jika, melihatnya yang sering
membuang-buang uang demi berhura-hura dan gosipnya dengan banyak wanita. Pasti,
akan timbul sedikit penilaian jika dia adalah pria yang bodoh atau malah
mungkin menjadi meremehkannya. Hanya saja, di mata Kim San yang dilihatnya
sekarang adalah pria yang santai namun jelas sangat serius dan tak bisa
dipandang sebelah mata.
“Anda
terluka?” tanya San memulai pembicaraan.
“Ah..
ini? Hanya sedikit luka kecil.” katanya. Dia menatap balik San, “Apa Anda sudah
menyiapkannya?”
“Ya.”
kata Kim San. Jung Woo mengerti dan segera menyerahkan surat perjanjiannya pembelian saham pada Christian. Dia
mengambilnya dan menatapnya sebentar. Kemudian, dia menandatanginya tanpa ragu.
Setelah itu, seorang pria yang dari tadi sudah berdiri di sampingnya juga
menyerahkan surat perjanjian miliknya. Kim San juga dengan segera
menandatanganinya.
Setelah
itu, semua selesai dan Kim San berpamitan untuk pulang.
Aku
tahu ada yang aneh pada mereka.
Tapi,
baik aku atau pun San memilih untuk tidak memikirkannya.
21
Dua
hari kemudian di sebuah rumah kecil di pulau Jeju[1]...
Nama
wanita itu adalah Ma Ae Ri. Seorang wanita tua berusia enam puluh tujuh tahun.
Rambutnya pendek dan hanya sedikit yang beruban. Badannya kecil, tapi sehat.
Juga, masih begitu semangat untuk bekerja di perusahaan. Dia hanya tinggal
seorang diri, karena suaminya sudah meninggal dan kedua anaknya sudah menikah,
lalu memutuskan untuk tinggal di luar negeri.
Meski,
tergolong kaya, tapi Ae Ri hanya tinggal di sebuah rumah sederhana di dekat
tebing di pulau Jeju. Saat, Kim San datang, Ae Ri sedang kesulitan mengangkat
beberapa buah kayu bakar untuk mengisi pemanas di rumahnya. Meski, sebenarnya
dia mampu untuk membeli pemanas sentral. Kim San segera mengambil kayu-kayu
yang dipikul Ae Ri dan wanita tua itu pun membiarkan San melakukannya.
“Ah...untung
kau datang anak muda...” katanya.
“Lagipula,
aku tidak mengerti. Kenapa kau selalu mengerjakan semua ini sendiri. Kau kan
mampu membeli pemanas sentral.” kata Kim San.
Bukk!
Ae
Ri memukul lengan Kim San. Kim San meringis, Ae Ri mengomel seperti layaknya
nenek-nenek, “Kau berani tidak sopan padaku! Anak muda zaman sekarang sangat
memalukan!”
“Maaf...maaf...”
kata San mengalah. Kim San memang pergi sendirian. Jung Woo hanya mengantarnya
sampai ke sini. Tapi, setelah sampai San memintanya agar pergi dan menjemputnya
lagi besok. Kim San membawa kayu-kayu ke dalam rumah.
“Masukkan
saja kayu itu ke dalam! Aku kedinginan.” katanya sambil membuka sarung
tangannya. Kim San melakukan seperti yang diminta oleh Ae Ri dan api yang
muncul di perapian semakin besar. Kehangatan mulai menyebar ke seluruh ruangan.
Ae Ri masuk ke dapurnya, membuka oven dan mengeluarkan makanan.
“Sini
makanlah!”
Ae Ri dengan sigap meletakkan pai apel di
piring besar dan memotongnya. Lalu, memberikan potongan yang besar untuk San.
Kim San sudah akan memprotes, tapi wanita itu malah melotot dan berkata dengan
tajam, “Sudah makan saja! Apa kau tidak tahu orang-orang di negara miskin sana
dengan senang hati akan memakan makananmu itu!”
Kim
San tidak jadi berbicara dan lebih memilih menutup mulut rapat-rapat.
Ae
Ri mengambil sebuah gelas besar dan memasukkan jus jeruk hangat ke dalamnya.
Kim San meminumnya dengan perlahan-lahan dan juga menikmati kehangatan yang
muncul dalam tenggorokannya. Ae Ri hanya mengambil sedikit potongan pai dan
memakannya. Setelah itu, dia menuangkan jus jeruk hangat ke dalam gelas dan
meminumnya sambil memandangi Kim San.
Sesaat,
keduanya makan dalam diam.
Sampai,
akhirnya Ae Ri berbicara lebih dulu.
“Sudah
lama sekali sejak kau kabur dari rumahmu, ya?”
“Begitulah...”
kata San.
Dia
menghela nafas panjang, “Gara-gara kau Sung Ran yang menjauhkan dirinya dari
keluargaku. Akhirnya, meneleponku lagi dan memohon agar melindungimu.” katanya.
Kalian ingat kakek-nenek yang membantu Kim San dan So Hyun kabur? Nama nenek
itu adalah Joo Sung Ran, sedangkan nama sang kakek adalah Do Suk Chul. Sung Ran
adalah satu-satunya kakak yang dimiliki
Ae Ri.
Sung
Ran yang berasal dari keluarga kaya tadinya akan diwarisi kekayaan yang
berlimpah dengan syarat agar mau menikah dengan
pria pilihan keluarganya. Tapi, Sung Ran tidak mau dan lebih memilih
menikah dengan seorang pria miskin bernama Do Suk Chul. Karena itu, dia diusir dan hidup miskin.
Sekarang, kedua kakek dan nenek itu sudah
meninggal tanpa meninggalkan seorang anak pun.
“Aku
sering iri padanya yang berani menerima berbagai cobaan hidup demi cinta.
Seandainya, aku bisa seperti dia.” katanya dengan perlahan, “Karena itu, saat
dia meneleponku untuk pertama kalinya sejak sekian lama. Aku langsung
membantumu seperti yang dia minta. Aku menjagamu dan keluargamu agar jangan
sampai diketahui oleh ibu tirimu. Tapi, semuanya menjadi sia-sia saat mereka
akhirnya meninggal.”
“Tak
ada yang sia-sia.” kataku sambil memakan pai milikku. “Aku akan membalas perbuatan mereka
pada keluargaku.”
Ae Ri menghela nafas panjang, “Kau tahu aku tidak suka caramu, Nak. Kau mau
membalas dendam lewat orang tak bersalah. Tapi, sekarang sudah tidak mungkin
lagi menghentikanmu.” Ae Ri berjalan ke salah satu sudut dapur dan mengeluarkan
sebuah map. Lalu, menjatuhkannya di dekatku. “Ini saham yang kau minta. Meski,
selama beberapa tahun ini terakhir ini aku berusaha menghentikanmu untuk balas
dendam. Kau tetap tidak mau menurut.” katanya. “Saat aku akan membayar semua
tagihan rumah sakit. Kau menolaknya dengan keras dan tetap membayarnya dengan
hasil pekerjaanmu. Kau hanya mau jika aku membantumu menyembunyikan keberadaan
ayahmu.”
Kim
San berkata dengan nada datar, “Itu karena aku tidak percaya padamu. Aku tidak
percaya pada wanita manapun.”
Ae
Ri tahu Kim San gay.
“Lalu,
siapa yang kau percaya?”
Kim
San menghabiskan semua pai dan jusnya dengan cepat. Lalu, menatapnya sambil
berkata, “Uang.”
Kim San kembali berkata, “Hanya
uang yang kupercaya. Uang tidak pernah menghinatiku. Bukan polisi atau hakim
yang menghakimi. Tapi, uanglah yang menjadi hakim di dunia ini. Uanglah yang
menjadikan manusia itu baik atau buruk. Hanya uang. Uanglah yang menentukan
derajat manusia menjadi baik atau buruk. Uanglah yang bisa menentukan nasib
seseorang.”
Ae Ri mendekatiku dan
memeluknya.
“Setelah,
sekian lama, kau masih tetap tak percaya padaku. Meski, aku menyerahkan semua
yang aku miliki. Kau masih tetap tak percaya padaku. Kau berubah menjadi pria
yang jahat dan kejam demi balas dendam.” katanya dengan nada perlahan.
Air mata mengalir dari
matanya. Tapi, hati San tetap saja
dingin dan tidak memberikan respon apapun. Hatinya sudah mati. Kim San tak
percaya pada siapapun, atas dasar apapun. “Berat sekali semua cobaan yang kau
terima. Sampai, membuatmu menjadi manusia yang seperti ini. Manusia yang
berdarah dingin dan tak segan melakukan apapun demi mendapatkan apa yang kau
inginkan. .....”
Kim
San tidak memegang balik lengannya.
Dia
hanya berkata, “Ya. Kehidupan telah merenggut segalanya milikku. Menyebabkan,
aku menjadi manusia berdarah dingin. Dendamku pada ibu tiriku, berubah menjadi
nafsu yang merubahku menjadi iblis. Nafsu itulah yang mendorongku untuk
melakukan semua kejahatan, membuatku tak segan melakukan apapun demi
mendapatkan yang kuinginkan. Termasuk membunuhmu jika kau berani
menghalangiku...”
[1]
Pulau Jeju adalah pulau wisata paling terkenal di Korea, bahkan orang Korea
menyebut dengan istilah “Pulau Bali“-nya Korea. Di Pulau tersebut terdapat
Gunung Halla, yaitu gunung tertinggi di Korea Selatan. Pulau Jeju merupakan
wilayah yang paling hangat dan pada musim dingin sangat jarang turun salju,
sehingga tanaman-tanaman yang biasanya tumbuh di daerah subtropis bisa bertahan
hidup.