2
Tahukah
kalian jika perlu waktu yang sangat lama bagiku untuk merenung? Hampir setiap
malam aku merenung, bertanya-tanya pada diriku sendiri. Pantaskah jika kisah
ini kutulis? Pantaskah kisah seperti ini menjadi bahan bacaan banyak orang? Terkadang,
aku akan merenung sambil tiduran di atas sofa. Tidak melakukan apa-apa. Hanya
diam dan merenung. Terkadang, saat mandi dan air jatuh dari shower ke kepalaku,
aku kembali merenung. Pantaskah? Terkadang, saat hujan turun atau saat aku
sedang menyeduh kopi hangat dan melihat air turun dari dispenser ke cangkir.
Aku kembali merenung.
Akhirnya kusadari jika waktu
yang kupunya lebih banyak habis untuk merenung, bukan untuk menulisnya.
Tapi, sampai, saat paragraf ini kutulis, aku hanya bisa berusaha meyakinkan
diriku.
Setelah, pesta selesai, Kim San
dan Park Min Ho kembali ke apartemen mereka. Apartemen rahasia yang
hanya mereka yang tahu. Apartemen tempat mereka tinggal bersama Sebagai
pasangan. Bukan, sebagai suami istri. Karena, tak ada agama yang memperbolehkan
pernikahan sesama jenis. Selalu, hanya ada pernikahan antara pria dan wanita.
Bukan, pria dengan pria. Karena, Tuhan menciptakan wanita dan pria untuk saling
melengkapi dan menyempurnakan. Sementara, jika pria mencintai pria. Maka, kesempurnaan
itu tidak akan tercapai. Karena, ada dua bagian sama yang tidak bisa
disatukan.
Kim
San terbangun lebih awal pagi itu, di sampingnya, ada Min Ho yang masih
tertidur pulas. Keduanya, sama sekali tidak berpakaian dan hanya selimut yang
menutupi tubuh mereka. Kim San melihat Min Ho dan memperhatikan wajahnya. Wajah
Min Ho berbentuk oval, dengan rambut hitam yang agak panjang, bibir yang merah
muda, tubuh yang tinggi dan sempurna.
Park
Min Ho adalah anak tunggal Grup DK.
Salah
satu perusahaan penguasa Korea Selatan. Jika, Samsung atau LG memimpin kemajuan
Korea Selatan dalam bidang teknologi. Maka, Grup DK adalah grup yang punya
cukup andil dalam kemajuan Korea dalam bidang pertahanan. Grup DK-lah yang
membantu dalam pembuatan senjata, misil, tank bahkan pesawat tempur. Jika,
sekarang Korea Selatan menjadi salah satu negara paling kuat di dunia. Maka,
Grup DK adalah salah satu tiang utamanya.
Kim
San bangun perlahan-lahan agar tidak membangunkan Min Ho.
Tapi,
rupanya Min Ho terbangun, dia memeluk tubuh San yang tak kalah berototnya dari
tubuhnya sendiri. Mereka berdua, bisa dibilang seseorang yang sempurna.
Kelemahannya, hanya fakta jika mereka saling mencintai satu sama lain. “Aku harus pergi.” kata Kim San sambil
merapikan rambut Min Ho yang berantakan. Min Ho mendengus kesal, “Biarkan saja
perusahaan itu bangkrut! Biarkan saja! Kenapa kita harus repot-repot
memperbaiki perusahaan yang menyebalkan itu! Kenapa bukan ayah dan ibuku yang
merawatnya? Itu kan perusahaan mereka! Sejak awal aku sama sekali tidak
tertarik dengan perusahaan itu!”
Kim
San tersenyum, tak sedikitpun membalas Min Ho. Dia mencium bibir Min Ho dan
berusaha melepaskan pelukan Min Ho. Tapi,
Min Ho masih saja memegang tubuh Kim San dengan erat. “Aku harus bekerja.” kata
Kim San lagi. Kali ini, dia menatap Min Ho dengan lembut, memohon.
“Oh
baiklah.... kau menang Tuan Gila Kerja!” kata Min Ho sambil melepas
tangannya. Kim San turun dari kasur dan berjalan masuk ke kamar mandi. Min Ho,
masih sempat mendengarnya bertanya, “Kau mau sarapan apa?”
“Apa
saja.” kata Kim San dari dalam kamar mandi.
#####
Kim
San membiarkan air membasahi tubuhnya yang kotor. Ayah, kau mungkin akan
sadar dari komamu, jika kau tahu apa yang telah terjadi padaku sekarang. Aku
sudah bukan lagi, anak yang Ayah kenal dulu. Sekarang, aku tak lebih dari iblis
jahat. Iblis yang akan selalu kalah di akhir cerita. Iblis yang ditakuti oleh
semua orang. Kim San memejamkan matanya, membiarkan air membersihkan
tubuhnya.
Ayah,
jika semua orang tahu kelakukan bejatku. Pasti, akan merasa jijik setengah
mati. Tapi, jika kau tahu, apa kau juga akan jijik padaku?
Kim
San sama sekali tak keberatan jika orang jijik padanya. Dia sudah terlalu biasa
dengan semua itu. Kim San dan Min Ho sudah berhubungan sekitar sembilan tahun,
tanpa ada seorangpun yang tahu. Bahkan, akupun merasa jijik jika mengingat hal
itu. Mengingat apa yang telah mereka lakukan selama tahun-tahun itu.
Kim
San keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah lengkap. Celana hitam, kemeja
putih dan jas berwarna hitam. Rambut pendek Kim San disisir ke samping dengan
dasi berwarna hitam dilehernya. Sementara, Min Ho hanya memakai celana panjang
berwarna coklat dan sweter berwarna abu-abu.
Di
atas meja, sudah ada kopi, koran dan Min Ho sedang mengoleskan selai ke roti.
Kim San duduk di kursi dan mulai menikmati sarapan buatan Min Ho. “Kau tidak
makan?” tanya Kim San pada Min Ho.
“Aku
tidak lapar. Melihatmu saja, aku sudah kenyang.” katanya. Dia berdiri dan
mendekati Kim San, lalu memeriksa dasi Kim San yang tampaknya tidak betul. Kim San makan dengan leher sedikit diangkat
agar Min Ho bisa memperbaiki dasinya.
“Kau ada acara hari ini?”
“Tidak
ada. Memangnya kenapa?”
“Kita
makan malam berdua, yuk.” kata Min Ho.
“Hanya
berdua?” tanya San.
Min
Ho mengangguk, “Aku hanya ingin makan bersama Oppa saja.” Kim San
menatap Min Ho. Dalam hubungan mereka, Min Ho jarang sekali mengatakan oppa,
dia lebih sering menggunakan nama panggilan. Dia baru akan menggunakan kata
itu, jika dia ingin membujuk Kim San untuk melakukan sesuatu.
“Baiklah!
Kau yang tentukan restorannya. Nanti, beritahu aku dimana tempatnya! Aku akan
datang ke sana!” kata Kim San sambil
berdiri. Dia mengambil tisu dan mengelap pipinya yang belepotan Seperti yang
kuduga, Min Ho tampak senang dan antusias.
Kim
San mengambil tasnya dan sebelum pergi dia mengecup bibir Min Ho dan berkata
dengan halus, “Musim dingin akan segera tiba. Berhati-hatilah... mungkin badai
akan segera datang...”
3
Kim
San berjalan keluar dari apartemen. Lee Jung Woo yang sudah menunggu sejak tadi,
segera membuka pintu dan mempersilahkan Kim San masuk.
“Apa
semua sudah selesai?” tanya Kim San ketika mobil mulai berjalan. Kali ini, raut
wajahnya berubah, tak ada lagi raut wajah ramah atau baik pada wajahnya. Wajah
itu, begitu kaku seperti tidak pernah tersenyum, ada kilatan menakutkan yang muncul
saat dia bicara. Lee Jung Woo adalah sorang pemuda yang berusia sekitar dua
puluh empat tahun. Dia tinggi dan berkulit pucat. Dia bukan hanya seorang supir, tapi juga
merangkap sekertaris pribadi Kim San, yang melakukan apapun yang Kim San
perintahkan. Bukan, hanya hal-hal resmi, tapi juga hal-hal yang tidak resmi.
Kalian, tentu faham apa yang kumaksud.
“Sudah.
Saya sudah membeli beberapa tambahan saham Grup DK secara rahasia seperti yang
Anda perintahkan.” kata Jung Woo tanpa melihat Kim San.
Jung
Woo adalah anak buah favorit Kim San. Dia pendiam, tak banyak bicara, tak
banyak menuntut. Dia akan melakukan apapun seperti apa yang diperintahkan. Dia
bekerja dengan efisien dan nyaris tanpa cela. Saat, mereka melewati mini market
di samping jalan yang memang biasa mereka lewati. Kim San menyuruh Jung Woo
berhenti. Setelah itu, dia keluar dari mobil dan masuk ke dalam mini market.
Mini
market ini tidak terlalu besar, tapi cukup lengkap. Ada empat rak besar yang
berisi berbagai macam makanan. Kim San menuju ke sebuah mesin penghangat dan
membeli dua gelas kopi hangat serta beberapa makanan.
Kim
San berjalan ke kasir dan melihat seorang perempuan berdiri di sana. Wanita
itu, mungkin berusia sekitar tiga puluh atau tiga puluh satu. Dia mengenakan
seragam kerja berwarna biru. Rambutnya yang agak berantakan diikat ke belakang
secara sembarangan. Wajahnya yang cantik tertutupi oleh kekumuhan
penampilannya. Sebentar lagi, dia pasti akan segera pulang. Karena, wanita itu
hanya bekerja di bagian malam dan jarang sekali bekerja sampai pagi kecuali
dalam keadaan tertentu seperti hari ini.
Matanya,
masih sama seperti dulu.
Kim
San menyerahkan kopi hangat itu dan dia segera menghitungnya. Tanpa senyum dan
tanpa tawa. Tak ada keramahan yang harusnya ada pada diri seorang karyawan
toko. “Semuanya lima ribu won....” katanya dengan tatapan mata kosong. Kim San
mengambil uang dia minta dan melangkah keluar dari mini market. Jung Woo segera
membuka pintu dan Kim San masuk ke dalamnya.
Mobil
kembali berjalan....
Tiba-tiba
Jung Woo bertanya dengan nada ingin tahu, “Wanita itu, masih belum
sadar, ya?”
Kim
San tidak menjawab dan hanya menatap
salju yang turun perlahan-lahan. Musim dingin kali ini, mungkin akan lebih panjang
dari sebelumnya. Kim San tidak membuka kopi yang dibelinya, dia meletakkannya
di atas kursi. Tatapannya terpaku pada salju-salju yang mulai turun, sementara
pikirannya kembali ke masa lalu. Saat, Kim San pertama kali bertemu wanita itu.
Waktu
itu Kim San harus pulang terlambat karena ada banyak pekerjaan di kantor. Dia
mengendarai mobilnya sendiri karena Jung Woo diperintahkan oleh Kim San untuk
pergi menemui beberapa tokoh yang cukup berpengaruh dalam Grup DK. Karena, Kim
San membutuhkan dukungan dari mereka untuk bisa mencapai puncak.
Kim
San pulang sekitar pukul satu malam.
Karena
jalanan tampak sepi. Kim San memaju kendaraan dengan cukup cepat. Nyaris
melewati batas kecepatan yang berlaku. Tiba-tiba saja mata San menangkap
sesosok wanita berdiri di tengah jalan.
Dia terkejut dan membanting stirnya dengan sangat kencang sampai mobilnya
melaju tanpa kendali ke sisi jalan. Suara benturan-benturan keras juga
terdengar sangat kencang. Kim San menginjak rem dengan sangat kencang dan
mobilnya membentur bahu jalan. Kalau saja San tidak mengenakan sabuk pengaman
dan kantung udara tidak mengembang tepat
pada waktunya.
Kim San pasti sudah mati.
Kim
San membuka pintu dan keluar dari mobil dengan luka di kepalanya.
Mobil-mobil
lain juga ikut mengalami tabrakan beruntun. Beberapa mobil menabrak tembok
pembatas jalan, sementara beberapa yang lain menabrak bangunan yang ada di
sekitarnya. Sementara, wanita itu berdiri ke arah San. Matanya terpejam dan dia
hanya berdiri di samping jalan. Tidak berusaha menyelamatkan diri. Kemudian,
San sadar akan satu hal. Wanita itu memang sengaja berdiri di sana.
Dia memang ingin mati.
Saat
itu, seolah-olah waktu berhenti berputar. Ketika matanya perlahan menatap San.
Mereka saling bertatapan. Tiba-tiba dia kehilangan kesadarannya, lalu dia
terjatuh di tengah-tengah jalanan. Nama, wanita itu So Hee.
Kang So Hee.
Hanya itu, yang aku tahu
tentangnya. Tidak, hanya itu yang harus
kita tahu saat ini.
Aku
tak pernah tahu apakah dia dipenjara, dihukum atau sama sekali tidak diberlakukan
hukuman apapun padanya. Tapi, satu hal yang pasti, dia kembali berada di mini
market itu. Dengan pakaian yang itu, ekspresi wajah yang itu, sikap yang itu
dan hal-hal lain yang seolah-olah tidak pernah berubah. Seolah-olah, dia tak
pernah berusaha membunuh dirinya sendiri.
Sejak
saat itu, Kim San mulai tertarik pada wanita itu. Tentu, ini bukan berarti dia menyukainya.
Kupikir, dia hanya tertarik saja pada wanita itu. Awalnya, aku tak begitu
memahami kenapa San senang melihat wanita itu. Terkadang, dia akan membeli
sesuatu yang sebenarnya tak dia perlukan. Perlu, waktu yang sangat lama bagiku,
untuk menyadari. Jika, San hanya ingin melihat mata wanita itu.
Tatapan
kosong, milik wanita itulah yang selalu dilihat San setiap kali dia melihat wanta itu. Bukan, wajah cantiknya
ataupun penampilannya. Hanya tatapan wanita itu yang membuat San tertarik. Aku
tak tahu apa Jung Woo menyadari hal juga atau tidak. Tapi, satu hal yang pasti,
aku yakin ini bukan karena Kim San menyukai wanita itu.
Hati
Kim San, sudah membeku, seperti bunga yang membeku di tengah salju. Tidak hanya
asal beku, tapi juga mati kedinginan. Kim San, tidak mengenal yang
namanya cinta. Karena, tidak mengenal rasa kasihan itulah, San tega menjadikan
Min Ho sebagai jalan untuk mendapatkan apa yang dia mau.
Dia bisa membunuh seseorang tanpa sedikitpun
merasakan belas kasihan.
Kutulis,
kisah ini saat hujan mengguyur bumi. Angin berhembus dengan perlahan, menembus
jendela-jendela dan menusuk kulitku. Pohon-pohon bergoyang ke kanan dan ke kiri
karena tertiup angin. Saat, menulis kisah ini, aku sedang di rumah, lebih
banyak menghabiskan waktuku dengan diam dan tidak melakukan apa-apa.
Tapi,
mungkin, karena hal itulah aku menyadari jika mungkin, alasan kenapa San sering
memperhatikan mata So Hee. Karena, tatapan wanita itu, kebalikan dengan tatapan
mata San. Jika, tatapan mata San adalah tatapan mata seseorang yang ingin hidup
seribu tahun lagi. Tak perduli dengan cara apa, sekotor apapun, harus tetap
hidup. Maka, tatapan mata So Hee, adalah
tatapan seseorang yang ingin mati.
Tak
perduli bagaimana pun caranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar