baru

Minggu, 12 April 2015

wangja

2
                Tahukah kalian jika perlu waktu yang sangat lama bagiku untuk merenung? Hampir setiap malam aku merenung, bertanya-tanya pada diriku sendiri. Pantaskah jika kisah ini kutulis? Pantaskah kisah seperti ini menjadi bahan bacaan banyak orang? Terkadang, aku akan merenung sambil tiduran di atas sofa. Tidak melakukan apa-apa. Hanya diam dan merenung. Terkadang, saat mandi dan air jatuh dari shower ke kepalaku, aku kembali merenung. Pantaskah? Terkadang, saat hujan turun atau saat aku sedang menyeduh kopi hangat dan melihat air turun dari dispenser ke  cangkir.
Aku kembali merenung.
Akhirnya kusadari jika waktu yang kupunya lebih banyak habis untuk merenung, bukan untuk menulisnya. Tapi, sampai, saat paragraf ini kutulis, aku hanya bisa berusaha meyakinkan diriku.  
Setelah, pesta selesai, Kim San dan Park Min Ho kembali ke apartemen mereka. Apartemen rahasia yang hanya mereka yang tahu. Apartemen tempat mereka tinggal bersama Sebagai pasangan. Bukan, sebagai suami istri. Karena, tak ada agama yang memperbolehkan pernikahan sesama jenis. Selalu, hanya ada pernikahan antara pria dan wanita. Bukan, pria dengan pria. Karena, Tuhan menciptakan wanita dan pria untuk saling melengkapi dan menyempurnakan. Sementara, jika pria mencintai pria. Maka, kesempurnaan itu tidak akan tercapai. Karena, ada dua bagian sama yang tidak bisa disatukan.
                Kim San terbangun lebih awal pagi itu, di sampingnya, ada Min Ho yang masih tertidur pulas. Keduanya, sama sekali tidak berpakaian dan hanya selimut yang menutupi tubuh mereka. Kim San melihat Min Ho dan memperhatikan wajahnya. Wajah Min Ho berbentuk oval, dengan rambut hitam yang agak panjang, bibir yang merah muda, tubuh yang tinggi dan sempurna.
                Park Min Ho adalah anak tunggal Grup DK.
                Salah satu perusahaan penguasa Korea Selatan. Jika, Samsung atau LG memimpin kemajuan Korea Selatan dalam bidang teknologi. Maka, Grup DK adalah grup yang punya cukup andil dalam kemajuan Korea dalam bidang pertahanan. Grup DK-lah yang membantu dalam pembuatan senjata, misil, tank bahkan pesawat tempur. Jika, sekarang Korea Selatan menjadi salah satu negara paling kuat di dunia. Maka, Grup DK adalah salah satu tiang utamanya.
                Kim San bangun perlahan-lahan agar tidak membangunkan Min Ho.
                Tapi, rupanya Min Ho terbangun, dia memeluk tubuh San yang tak kalah berototnya dari tubuhnya sendiri. Mereka berdua, bisa dibilang seseorang yang sempurna. Kelemahannya, hanya fakta jika mereka saling mencintai satu sama  lain. “Aku harus pergi.” kata Kim San sambil merapikan rambut Min Ho yang berantakan. Min Ho mendengus kesal, “Biarkan saja perusahaan itu bangkrut! Biarkan saja! Kenapa kita harus repot-repot memperbaiki perusahaan yang menyebalkan itu! Kenapa bukan ayah dan ibuku yang merawatnya? Itu kan perusahaan mereka! Sejak awal aku sama sekali tidak tertarik dengan perusahaan itu!”
                Kim San tersenyum, tak sedikitpun membalas Min Ho. Dia mencium bibir Min Ho dan berusaha melepaskan pelukan Min Ho.               Tapi, Min Ho masih saja memegang tubuh Kim San dengan erat. “Aku harus bekerja.” kata Kim San lagi. Kali ini, dia menatap Min Ho dengan lembut, memohon.
                “Oh baiklah.... kau menang Tuan Gila Kerja!” kata Min Ho sambil melepas tangannya. Kim San turun dari kasur dan berjalan masuk ke kamar mandi. Min Ho, masih sempat mendengarnya bertanya, “Kau mau sarapan apa?”
                “Apa saja.” kata Kim San dari dalam kamar mandi.
#####
                Kim San membiarkan air membasahi tubuhnya yang kotor. Ayah, kau mungkin akan sadar dari komamu, jika kau tahu apa yang telah terjadi padaku sekarang. Aku sudah bukan lagi, anak yang Ayah kenal dulu. Sekarang, aku tak lebih dari iblis jahat. Iblis yang akan selalu kalah di akhir cerita. Iblis yang ditakuti oleh semua orang. Kim San memejamkan matanya, membiarkan air membersihkan tubuhnya.
                Ayah, jika semua orang tahu kelakukan bejatku. Pasti, akan merasa jijik setengah mati. Tapi, jika kau tahu, apa kau juga akan jijik padaku?
                Kim San sama sekali tak keberatan jika orang jijik padanya. Dia sudah terlalu biasa dengan semua itu. Kim San dan Min Ho sudah berhubungan sekitar sembilan tahun, tanpa ada seorangpun yang tahu. Bahkan, akupun merasa jijik jika mengingat hal itu. Mengingat apa yang telah mereka lakukan selama tahun-tahun itu.
                Kim San keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah lengkap. Celana hitam, kemeja putih dan jas berwarna hitam. Rambut pendek Kim San disisir ke samping dengan dasi berwarna hitam dilehernya. Sementara, Min Ho hanya memakai celana panjang berwarna coklat dan sweter berwarna abu-abu.
                Di atas meja, sudah ada kopi, koran dan Min Ho sedang mengoleskan selai ke roti. Kim San duduk di kursi dan mulai menikmati sarapan buatan Min Ho. “Kau tidak makan?” tanya Kim San pada Min Ho.
                “Aku tidak lapar. Melihatmu saja, aku sudah kenyang.” katanya. Dia berdiri dan mendekati Kim San, lalu memeriksa dasi Kim San yang tampaknya tidak betul.  Kim San makan dengan leher sedikit diangkat agar Min Ho bisa memperbaiki dasinya.
“Kau ada acara hari ini?”
                “Tidak ada. Memangnya kenapa?”
                “Kita makan malam berdua, yuk.” kata Min Ho.
                “Hanya berdua?” tanya San.
                Min Ho mengangguk, “Aku hanya ingin makan bersama Oppa saja.” Kim San menatap Min Ho. Dalam hubungan mereka, Min Ho jarang sekali mengatakan oppa, dia lebih sering menggunakan nama panggilan. Dia baru akan menggunakan kata itu, jika dia ingin membujuk Kim San untuk melakukan sesuatu.
                “Baiklah! Kau yang tentukan restorannya. Nanti, beritahu aku dimana tempatnya! Aku akan datang ke sana!”  kata Kim San sambil berdiri. Dia mengambil tisu dan mengelap pipinya yang belepotan Seperti yang kuduga, Min Ho tampak senang dan antusias.
                Kim San mengambil tasnya dan sebelum pergi dia mengecup bibir Min Ho dan berkata dengan halus, “Musim dingin akan segera tiba. Berhati-hatilah... mungkin badai akan segera datang...”

3
                Kim San berjalan keluar dari apartemen. Lee Jung Woo yang sudah menunggu sejak tadi, segera membuka pintu dan mempersilahkan Kim San masuk.
                “Apa semua sudah selesai?” tanya Kim San ketika mobil mulai berjalan. Kali ini, raut wajahnya berubah, tak ada lagi raut wajah ramah atau baik pada wajahnya. Wajah itu, begitu kaku seperti tidak pernah tersenyum, ada kilatan menakutkan yang muncul saat dia bicara. Lee Jung Woo adalah sorang pemuda yang berusia sekitar dua puluh empat tahun. Dia tinggi dan berkulit pucat.  Dia bukan hanya seorang supir, tapi juga merangkap sekertaris pribadi Kim San, yang melakukan apapun yang Kim San perintahkan. Bukan, hanya hal-hal resmi, tapi juga hal-hal yang tidak resmi. Kalian, tentu faham apa yang kumaksud.
                “Sudah. Saya sudah membeli beberapa tambahan saham Grup DK secara rahasia seperti yang Anda perintahkan.” kata Jung Woo tanpa melihat Kim San.
                Jung Woo adalah anak buah favorit Kim San. Dia pendiam, tak banyak bicara, tak banyak menuntut. Dia akan melakukan apapun seperti apa yang diperintahkan. Dia bekerja dengan efisien dan nyaris tanpa cela. Saat, mereka melewati mini market di samping jalan yang memang biasa mereka lewati. Kim San menyuruh Jung Woo berhenti. Setelah itu, dia keluar dari mobil dan masuk ke dalam mini market.
                Mini market ini tidak terlalu besar, tapi cukup lengkap. Ada empat rak besar yang berisi berbagai macam makanan. Kim San menuju ke sebuah mesin penghangat dan membeli dua gelas kopi hangat serta beberapa makanan.
                Kim San berjalan ke kasir dan melihat seorang perempuan berdiri di sana. Wanita itu, mungkin berusia sekitar tiga puluh atau tiga puluh satu. Dia mengenakan seragam kerja berwarna biru. Rambutnya yang agak berantakan diikat ke belakang secara sembarangan. Wajahnya yang cantik tertutupi oleh kekumuhan penampilannya. Sebentar lagi, dia pasti akan segera pulang. Karena, wanita itu hanya bekerja di bagian malam dan jarang sekali bekerja sampai pagi kecuali dalam keadaan tertentu seperti hari ini.
                Matanya, masih sama seperti dulu.
                Kim San menyerahkan kopi hangat itu dan dia segera menghitungnya. Tanpa senyum dan tanpa tawa. Tak ada keramahan yang harusnya ada pada diri seorang karyawan toko. “Semuanya lima ribu won....” katanya dengan tatapan mata kosong. Kim San mengambil uang dia minta dan melangkah keluar dari mini market. Jung Woo segera membuka pintu dan Kim San masuk ke dalamnya.
                Mobil kembali berjalan....
                Tiba-tiba Jung Woo  bertanya dengan  nada ingin tahu, “Wanita itu, masih belum sadar, ya?”
                Kim San  tidak menjawab dan hanya menatap salju yang turun perlahan-lahan. Musim dingin kali ini, mungkin akan lebih panjang dari sebelumnya. Kim San tidak membuka kopi yang dibelinya, dia meletakkannya di atas kursi. Tatapannya terpaku pada salju-salju yang mulai turun, sementara pikirannya kembali ke masa lalu. Saat, Kim San pertama kali bertemu wanita itu.
                Waktu itu Kim San harus pulang terlambat karena ada banyak pekerjaan di kantor. Dia mengendarai mobilnya sendiri karena Jung Woo diperintahkan oleh Kim San untuk pergi menemui beberapa tokoh yang cukup berpengaruh dalam Grup DK. Karena, Kim San membutuhkan dukungan dari mereka untuk bisa mencapai puncak.
                Kim San pulang sekitar pukul satu malam.
                Karena jalanan tampak sepi. Kim San memaju kendaraan dengan cukup cepat. Nyaris melewati batas kecepatan yang berlaku. Tiba-tiba saja mata San menangkap sesosok wanita berdiri di  tengah jalan. Dia terkejut dan membanting stirnya dengan sangat kencang sampai mobilnya melaju tanpa kendali ke sisi jalan. Suara benturan-benturan keras juga terdengar sangat kencang. Kim San menginjak rem dengan sangat kencang dan mobilnya membentur bahu jalan. Kalau saja San tidak mengenakan sabuk pengaman dan kantung udara tidak mengembang  tepat pada waktunya.
Kim San pasti sudah mati.
                Kim San membuka pintu dan keluar dari mobil dengan luka di kepalanya.
                Mobil-mobil lain juga ikut mengalami tabrakan beruntun. Beberapa mobil menabrak tembok pembatas jalan, sementara beberapa yang lain menabrak bangunan yang ada di sekitarnya. Sementara, wanita itu berdiri ke arah San. Matanya terpejam dan dia hanya berdiri di samping jalan. Tidak berusaha menyelamatkan diri. Kemudian, San sadar akan satu hal. Wanita itu memang sengaja berdiri di sana.
Dia memang ingin mati.
                Saat itu, seolah-olah waktu berhenti berputar. Ketika matanya perlahan menatap San. Mereka saling bertatapan. Tiba-tiba dia kehilangan kesadarannya, lalu dia terjatuh di tengah-tengah jalanan. Nama, wanita itu So Hee.
Kang So Hee.
Hanya itu, yang aku tahu tentangnya.  Tidak, hanya itu yang harus kita tahu saat ini.
                Aku tak pernah tahu apakah dia dipenjara, dihukum atau sama sekali tidak diberlakukan hukuman apapun padanya. Tapi, satu hal yang pasti, dia kembali berada di mini market itu. Dengan pakaian yang itu, ekspresi wajah yang itu, sikap yang itu dan hal-hal lain yang seolah-olah tidak pernah berubah. Seolah-olah, dia tak pernah berusaha membunuh dirinya sendiri.
                Sejak saat itu, Kim San mulai tertarik pada wanita itu. Tentu, ini bukan berarti dia menyukainya. Kupikir, dia hanya tertarik saja pada wanita itu. Awalnya, aku tak begitu memahami kenapa San senang melihat wanita itu. Terkadang, dia akan membeli sesuatu yang sebenarnya tak dia perlukan. Perlu, waktu yang sangat lama bagiku, untuk menyadari. Jika, San hanya ingin melihat mata wanita itu.
                Tatapan kosong, milik wanita itulah yang selalu dilihat San setiap kali  dia melihat wanta itu. Bukan, wajah cantiknya ataupun penampilannya. Hanya tatapan wanita itu yang membuat San tertarik. Aku tak tahu apa Jung Woo menyadari hal juga atau tidak. Tapi, satu hal yang pasti, aku yakin ini bukan karena Kim San menyukai wanita itu.
                Hati Kim San, sudah membeku, seperti bunga yang membeku di tengah salju. Tidak hanya asal beku, tapi juga mati kedinginan. Kim San, tidak mengenal yang namanya cinta. Karena, tidak mengenal rasa kasihan itulah, San tega menjadikan Min Ho sebagai jalan untuk mendapatkan apa yang dia mau.
 Dia bisa membunuh seseorang tanpa sedikitpun merasakan belas kasihan.
                Kutulis, kisah ini saat hujan mengguyur bumi. Angin berhembus dengan perlahan, menembus jendela-jendela dan menusuk kulitku. Pohon-pohon bergoyang ke kanan dan ke kiri karena tertiup angin. Saat, menulis kisah ini, aku sedang di rumah, lebih banyak menghabiskan waktuku dengan diam dan tidak melakukan apa-apa.
                Tapi, mungkin, karena hal itulah aku menyadari jika mungkin, alasan kenapa San sering memperhatikan mata So Hee. Karena, tatapan wanita itu, kebalikan dengan tatapan mata San. Jika, tatapan mata San adalah tatapan mata seseorang yang ingin hidup seribu tahun lagi. Tak perduli dengan cara apa, sekotor apapun, harus tetap hidup.  Maka, tatapan mata So Hee, adalah tatapan seseorang yang ingin mati.
                Tak perduli bagaimana pun caranya.

                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar