baru

Sabtu, 25 April 2015

wangja 15-18

15
                Begitulah, Min Ho dulunya bukan gay. Dia pria normal seperti kebanyakan orang. Hanya saja, dia bukanlah pria yang dicintai. Dia dibuang oleh kedua orang tuanya, mereka hanya menganggapnya sebagai alat atau boneka yang kelak akan mereka kendalikan. Selain itu, dia juga dibuang oleh lingkungannya.
Sejak kecil, Min Ho sudah dibully oleh teman-temannya. Dia diejek dan tak ada satu pun yang mau membelanya. Setiap kali berjalan di sekolah, Min Ho akan menundukkan kepalanya. Takut. Malu. Karena, orang-orang mengolok-ngoloknya. Karena, mereka menjadikannya bahan tertawaan. Ketika, akhirnya dia masuk universitas, Min Ho sudah kehilangan rasa percaya dirinya. Meski, kaya, akhirnya Min Ho menjadi suruhan, menjadi alat yang bisa dimanfaatkan, menjadi sesuatu yang akan disayangi hanya ketika dibutuhkan. Setelah itu, kembali menjadi korban bully.
Tak ada satupun yang mau mencintainya.
                Karena itu, Min Ho menjadi pria yang haus akan kasih sayang.
                Kemudian, Kim San datang ke dalam hidupnya. Memberikan apa yang selama ini begitu dia idamkan. Sebuah cinta. Tentu awalnya, Min Ho menolak. Tapi, pada akhirnya dia mau menerima cinta itu, meski dalam bentuk yang berbeda. Meski, jika menerima cinta yang diberikan San akan membuatnya berbeda dari orang lain. Karena, Min Ho ingin menerima cinta. Dia ingin dicintai seperti kebanyakan orang. Dia ingin mencintai dan berbagi cinta dengan seseorang.
                Meski, dengan sesama pria[1].
                Sejak bertemu San, Min Ho mulai berubah. Tubuhnya yang kurus mulai berisi dan berotot. Min Ho berubah menjadi pria yang tampan dan menjadi idaman wanita. Bahkan, oleh wanta-wanita yang dulu sering mengejeknya. Hanya saja, Min Ho sudah tidak perduli lagi dengan wanita-wanita itu. Karena, kini dia sudah memiliki Kim San. Pria yang dia cintai. Demi dialah Min Ho berani berubah.
                Padahal, mungkin saja Kim San sama sekali tidak mencintainya. Kim San berani menjual adiknya sendiri demi uang. Hal semacam itu, bukanlah hal yang sulit baginya. Aku terkadang tak tahu apa dia benar-benar manusia atau bukan. Apa ada manusia yang seperti Kim San, sampai sekarang aku sendiri tak tahu.
                Jung Woo membelokkan mobil ke sisi jalanan dan menghentikan mobilnya.
                “Kenapa kau tega menjual So Hyun? Padahal, So Hyun begitu lembut dan baik. Tapi, kenapa dia punya kakak seperti dirimu?” tanya Jung Woo.
#####
                So Hyun terbangun karena ketukan pintu yang semakin keras. Tubuh So Hyun yang kurus dan kecil bergerak di atas lantai yang sudah rusak. Rumah yang mereka tinggali tidaklah besar. Hanya, sebuah rumah kecil yang berada di sudut kota. So Hyun membuka pintu, kakaknya berdiri diluar dengan tangan memegang sebotol minuman keras.
                “Kenapa kau baru membukanya sekarang? Apa kau tidak dengar suaraku? Apa kau tuli?” teriak Tae Ho. So Hyun menutup mulutnya rapat-rapat, “Oppa, kau mabuk lagi?”
                PLAK!!!
                So Hyun terbanting ke lantai.
“Kenapa kau tidak membuka pintunya dari tadi?” teriak Tae Ho sambil menarik rambutnya. So Hyun menangis dan ketakutan. Badannya penuh dengan luka, karena nyaris ditampar setiap hari. “Kakak, ada apa denganmu? Kenapa kau jadi seperti ini? Kenapa saat kita sudah bebas, kau jadi pemarah, pemabuk dan juga menyiksaku seperti ini?” katanya dengan air mata mengalir dari kedua matanya.
Tae Ho meneguk lagi alkohol dan melemparnya ke lantai sampai pecah.
Adiknya berteriak karena ketakutan.
“Itu karena aku bosan melihatmu! Kau hanya bisa menangis dan tak bisa menghasilkan uang untukku!” teriaknya. Tae Ho menarik rambut So Hyun dengan lebih kencang dan membawanya ke kamar mandi. Tanpa memperdulikan teriakannya yang semakin kencang. Kemudian, Tae Ho memasukkan kepala So Hyun ke bak mandi yang penuh dengan air.
“Jika, tahu begini! Kenapa kau tidak mati saja?! teriaknya.
Setelah puas, dia  membanting So Hyun ke dinding. So Hyun tampak sangat kelelahan bahkan sampai tidak bisa mengeluarkan suara tangisan. Hanya air mata tak terus mengalir dari matanya.
“Tidak. Aku akan membunuhmu, setelah kuhilangkan keperawananmu.” kata Tae Ho sambil terkekeh. “Setidaknya, berikan aku bayaran karena telah membebaskanmu dari cengkraman ibu tiri kita yang jahat...”
Saat, Tae Ho akan mezinahinya, tiba-tiba saja pintu depan rumah terbuka dan sepasang suami-istri masuk ke dalamnya. Karena letak kamar mandi yang berdekatan dengan pintu. Membuat mereka bisa menebak apa yang telah terjadi. Wajah mereka kelihatan khawatir, sekaligus waspada
“Apa yang kau lakukan?” tanya si pria.
“Aku?” kata Tae Ho. “Aku sedang menyiksa adikku yang tidak berguna ini. Kenapa? Lagipula, kalian tidak akan jadi membelinya, kan?”
Adiknya tampak terkejut. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi seperti mayat. Dalam kelelahan, dia masih bisa berkata dengan lirih, “Kau bahkan telah menjualku?” Kim Tae Ho menatapnya dengan pandangan penuh hawa nafsu dan berkata, “Ya. Aku telah menjualmu. Aku sudah mencari-cari orang yang mau membelimu. Entah sebagai budak ataupun pembantu rumah tangga. Tapi, satu-satunya yang mau membelimu hanya pegawai negeri miskin seperti mereka.”
Kim San  melepas bajunya, bersiap melanjutkan kegiatannya tadi.
Tiba-tiba pria itu menarik rambut Tae Ho dan melemparnya keluar dari kamar mandi. Wanita yang kuyakin istrinya langsung mendekat ke arah So Hyun dan memeluknya. Setelah si suami, memukul Tae Ho berulang kali, kemudian berkata, “Dia adikmu sendiri! Bagaimana bisa kau melakukannya? Apa kau tidak takut pada Tuhan?”
Kim Tae Ho terkekeh.
“Kau tahu siapa Tuhanku?” katanya sambil tersenyum mengejek. “Tuhanku adalah yang bisa memberikanku segalanya untukku.”
Wanita yang kutahu bernama Ha Yoo Jin itu terlihat tak kuasa lagi menahan emosinya. Dia meletakkan So Hyun di lantai dengan perlahan. Lalu, membuka kopor yang dibawanya dan membuka isinya. Lalu, melemparkan isinya, di atas tubuhku.
“Maksudmu, uang, kan?”
Tae Ho hanya terkekeh.
“Ambil! Ambil uang itu! Tapi, kami akan mengambil So Hyun. Meski, kami miskin dan hanya pegawai rendahan! Tapi, dia lebih baik tinggal bersama kami. Daripada, tinggal dengan binatang sepertimu!” Han Il Suk bangkit dan segera masuk ke kamar mandi. Mengangkatnya dengan kedua tangannya dan melangkahkan kakinya pergi. Istrinya menyusulnya dari belakang. Keduanya tampak tidak sudi menatap wajah Tae Ho.
Kim Tae Ho mengambil uang yang bertebaran di seisi rumah sambil tertawa terbahak-bahak, “Aku kaya! Sekarang, aku kaya! Dunia akan menerima hukuman atas semua perbuatannya padaku.” teriaknya dengan kencang.
16
Jung Woo hanya diam saat Kim San bercerita. Sebenarnya, dia sudah tahu cerita itu dari So Hyun. Tapi, tetap saja dia terpaku saat mendengar Kim San menceritakannya.
“Awalnya, aku ingin menolong  So Hyun. Tapi, lama-kelamaan, aku mulai lelah untuk menolongnya. Aku bosan hidup dengannya. Aku ingin kekuasaan, aku ingin harta, aku ingin menghancurkan dunia dengan tanganku sendiri.” katanya dengan nada santai, tapi tersembunyi emosi di dalamnya.
“Itukah yang membuatmu menjadi sangat kejam? Demi membalas dendam pada dunia? Demi membalas semua perlakuan orang-orang yang jahat padamu? Dendam? Lalu, apa kesalahan Min Ho sampai kau harus merusak dirinya sedemikian rupa?” tanya Jung Woo.
“Tidak ada.” kata San.
“App....apa?” Jung Woo sangat terkejut. Selama ini, dia hanya berpikir alasannya karena San ingin melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Jin Hee padanya. Dia pikir, Kim San ingin membalas dendam pada anaknya.
Kim San kembali mengulanginya dengan suara yang lebih pelan. Menyiksa batin Jung Woo dan menyayatnya rasa kemanusiaan yang dimilikinya. Tapi, Kim San justru semakin senang melihat batin Jung Woo yang tersiksa dan terintimidasi. Seperti, yang dia katakan. Saat ini, Kim San sedang menyayat hatinya dengan pisau bergerigi.
“Tidak ada. Dia tidak melakukan kesalahan apapun. Satu-satunya kesalahan yang dia miliki adalah dia begitu bodoh. Begitu lugu, naïf dan polos. Membuatku bisa merubahnya menjadi seorang homoseksual. Menjadi penyuka sesama jenis. Membuatnya, mencintaiku sampai dia akan mati jika aku mati. Sampai dia berani mengorbankan dirinya untuk menyelamatkanku. Membuatnya memujaku dan membuatnya berfikir jika aku adalah yang paling benar, sementara yang lain salah.”
Tangan Jung Woo yang memegang setir dengan gemetar.
Kim San merasakan puncak kesenangan saat badan Jung Woo gemetar dengan kuat. Dia melepaskan tangannya dan menutupi telinganya. Badannya sudah terlalu tersiksa sampai dia tak bisa sekedar untuk melarikan diri sekalipun.
“Di..diam......” katanya dengan nada putus asa. “Tuan...bi....bi..bisakah....anda berhenti?”
Tapi, Kim San sudah terlanjur menikmatinya.
“Saat aku menyuruhnya menunjukku agar bekerja di perusahaan miliknya. Dia melakukannya. Saat, aku menyuruhnya mendukungku menjadi direktur, dia juga melakukannya. Nanti, saat, aku menyuruhnya menghancurkan perusahaan dia akan melakukannya.”
Jung Woo memejamkan matanya, tangannya menutup telinganya dengan kencang.
“Jika, saat itu terjadi, selanjutnya aku akan menghancurkan pria itu dengan tanganku sendiri. Aku akan menyiksanya dengan perlahan-lahan. Jika, dia memejamkan matanya, aku akan memaksa dia membuka matanya agar dia melihat  kehancuran yang akan terjadi pada dirinya dan semua yang dia miliki.”
#####
Menurut kalian, apa Tae Ho melakukan hal buruk pada So Hyun, benar-benar karena dia muak dengan So Hyun?
Jawabannya, tidak.
Tae Ho melakukan hal itu, karena dia harus balas dendam pada musuh-musuh yang telah membuat keluarga mereka hancur. Dia tak bisa melakukan itu jika So Hyun ada bersamanya. Karena, dia tak ingin So Hyun menjadi seperti dirinya. Baginya, cukuplah dirinya yang menjadi setan, bahkan kalau perlu menjadi iblis sekalipun.
Tapi,  hal itu tidak boleh terjadi pada So Hyun.
Perlu waktu yang cukup lama bagi Tae Ho untuk mencari orang tua yang cocok untuk So Hyun. Sampai, akhirnya, Tae Ho menemukan Han Il Suk dan Han Se Kyung, pasangan suami istri yang tidak memiliki anak. Dia meneliti sikap mereka selama berbulan-bulan untuk melihat apa mereka baik, apa mereka bisa diandalkan, apa mereka akan menjadi orang tua yang baik bagi So Hyun.
Kemudian, setelah itu hanya perlu berbotol-botol soju untuk membuatnya mabuk, sehingga dia bisa melakukannya tanpa ragu. Itulah yang selalu dilakukannya setiap malam saat telah memutuskan untuk balas dendam.
Dia perlu membuang hatinya agar bisa membalas dendam pada mereka.
Sekarang, apa Tae Ho sama jahatnya dengan Choi Jin Hee dan Park Jae Seong? Atau malah mungkin lebih jahat dari mereka? Menjadi iblis seperti dua orang itu? Dengan rendah hati kukatakan, Aku tidak tahu.
17
                Salju yang turun malam ini, lebih banyak dari malam-malam sebelumnya. Dari mulut orang-orang disekitar Kim San. Aku bisa melihat asap  yang keluar dari mulut mereka. Karena, ini bulan Januari, sudah tak ada lagi pernak-pernik natal yang biasanya akan terpasang dimana-mana.
                Kim San berjalan seorang diri. Dia mengenakan celana hitam panjang, kemeja putih dan sebuah mantel besar yang menutupi tubuhnya. Di lehernya, ada sebuah syal merah yang menghangatkan lehernya. Hari ini, dia baru saja bertemu dengan beberapa pemegang saham lain. Bernegosiasi dengan mereka, kemudian membeli saham-saham mereka.
                Sebenarnya, tadi Jung Woo yang mengantarnya ke tempat pertemuan. Tapi, entah kenapa pada akhirnya dia menyuruh Jung Woo pergi. Kim San, ingin menikmati malam seorang diri. Meski, dia sendiri tak tahu apa yang ingin dinikmatinya. Matanya, melihat berkeliling, sepuluh meter tak jauh dari tempatnya berada. Ada warung tenda yang berwarna merah. Di sana, ada banyak orang yang sedang minum-minum sambil bercengkrama dengan kawan-kawannya atau mungkin juga rekan bisninya. Sambil menikmati berbotol-botol soju, tawa mereka terdengar sampai keluar tenda.
                Kim San kembali berjalan.
                Dilihatnya beberapa wanita sedang menunggu bus di halte. Sebagian dari mereka memegang ponsel dan terkikik saat melihat sesuatu di dalam ponsel mereka. Sepertinya, mereka sedang melihat gosip artis K-Pop yang sedang terkenal saat ini. Atau mungkin juga sedang melihat betapa tampannya penyanyi K-Pop idola mereka.
                Kim San berjalan ke halte dan berdiri      di sana. Tak lama kemudian, bus datang dan San masuk ke dalamnya. Dulu, Kim San sering sekali pergi ke sana-kemari dengan menggunakan bus.
                Wanita-wanita yang tadi berdiri di halte, sekarang berbisik-bisik saat melihatnya. Kim San tahu, mereka memuji betapa tampan dirinya. Bahkan, mereka tanpa rasa malu mengangkat ponsel mereka untuk memotret dirinya. Kim San tidak perduli, dia hanya melihat salju yang turun dari luar bus. Memang, wajah ini banyak gunanya, pikirnya. Dulu, biaya ayahnya tidaklah sedikit, Kim San akhirnya mencari uang dengan menjual dirinya. 
                Bus berhenti.
                Kim San turun dan berjalan ke sebuah toko yang tutup. Dari kejauhan, dia bisa melihat So Hee yang sedang diam. Kim San bisa melihat rambut So Hee yang diikat ke belakang. Rambutnya masih sama berantakannya seperti yang selalu dilihat Kim San. Kim San berjalan dan masuk ke dalam toko. Kemudian, membeli beberapa minuman hangat dan sebungkus rokok.
                “Semuanya, sepuluh ribu won.” kata So Hee.
                Kim San mengeluarkan uang sebanyak yang diminta So Hee. Tapi, saat So Hee akan mengambilnya. Kim San memegang tangan So Hee dengan lembut. So Hee terkejut, dia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman San. Hanya saja, San justru membuat genggamannya menjadi lebih kuat. Dia menatap So Hee, “Apa kau selalu sendirian?”
                So Hee tidak menjawab, dia berusaha menarik tangannya dari Kim San.
                “Apa kau mau menemaniku malam ini? Kau akan kubayar sepuluh kali lipat dari gajimu di sini....” kata Kim San sambil menatap So Hee. So Hee masih tidak menatap San, dia hanya berkata dengan nada dingin, “Apa Anda bisa melepaskan tangan saya?”
                San akhirnya melepaskan genggamannya.
                Kim San melangkahkan kakinya keluar dari mini market. Dia berjalan ke tempatnya semula dan membuka salah satu minuman hangat yang dibelinya. Kemudian, meneguknya perlahan-lahan. Tapi, meski, kehangatan menjalar masuk ke dalam tubuhnya. Mata Kim San hanya tertuju pada wanita itu. Kang So Hee. Wanita itu, sama sekali tidak pergi. Dia sama sekali tidak terganggu dengan Kim San. Dia tidak memperdulikan San.
                Kim San tertarik pada So Hee.
                Tentu bukan karena Kim San jatuh cinta pada So Hee. Kim San, tak mengenal cinta dalam hidupnya. Dia hanya ingin tahu, apa mata itu akan berubah. Tatapan itu, tatapan seseorang yang ingin mati. Apa tatapan itu akan berubah suatu hari nanti? Karena, selama tiga tahun dia melihat So Hee. Tak pernah sekalipun, dia melihat tatapan itu berubah.
                Saat, seorang wanita yang ingin mati, bertemu seorang pria yang ingin hidup selama-lamanya. Apa yang akan terjadi?
18
                So Hee baru pulang sekitar pukul lima pagi. Saat, ada seorang pria yang menggantikannya bekerja di mini market itu. Meski, jam menunjukkan pukul lima, keadaan masih cukup gelap dan nyaris tak ada tanda-tanda matahari akan terbit. Semoga saja, tidak ada badai salju.
                So Hee berjalan perlahan-lahan di atas jalanan yang sudah tertutupi salju. Kali ini, salju sudah menutupi hampir sebagian besar bangunan. Suhu mungkin sudah turun sampai ke nol derajat celcius, tapi So Hee hanya terus berjalan. Tidak memperdulikan sekelilingnya, seolah-olah dia tidak merasakan hawa dingin sama sekali.
                Kim San berjalan di belakangnya. Hanya berjalan untuk mengikutinya. Ketika, So Hee masuk ke dalam bus. Kim San ikut masuk ke dalamnya. So Hee  duduk di bangku ke tiga dari depan. Sementara, San lebih memilih duduk di bangku paling belakang. Ketika bus mulai berjalan, kedua orang itu, hanya memperhatikan salju yang terus turun tanpa henti. Tak tahu untuk apa, hanya memandanginya saja........
                Kim San tak pernah ingat betul kapan dia mulai kehilangan ‘rasa’ pada wanita. Ada kalanya San berpikir jika segalanya terjadi begitu saja. Seolah-olah dia memang terlahir tidak untuk mencintai mahluk bernama wanita. Toh, memang Kim San tak pernah merasakan perasaan itu. Karena, bahkan sebelum bencana itu terjadi pada dirinya, dia masih terlalu kecil untuk menyukai wanita. Tapi, jika memang ada pemegang saham yang mau menyerahkan sahamnya pada San dengan syarat harus berhubungan intim dengannya. Kim San dengan senang hati akan meladeninya.
                Meski, Kim San tak pernah mempercayai bahwa cinta itu ada.
Selain cinta, San juga tak pernah mempercayai siapapun. Apalagi, wanita. Karena, wanitalah mahluk yang membuat hidupnya menjadi seperti ini. Kalau saja, dulu ayahnya tidak mencintai Jin Hee dan mempercayaianya. Ayahnya, pasti tidak akan mengalami hal semacam ini dalam hidupnya.
                Bus kemudian berhenti.
                So Hee turun dan San mengikutinya dari belakang. Aku tidak begitu tahu disebut apa lingkungan tempat tinggal So Hee. Karena, lingkungan tempat tinggal So Hee seperti asal dibuat. Rumah yang satu dengan yang lainnya berdempet satu dengan yang lainnya. Pepohonan nyaris tidak ada. Bahkan, kalaupun ada hanya sebuah pohon yang kehilangan daun-daunnya. So Hee berjalan melewati sebuah toko dan kemudian turun dengan tangga yang tersedia di sana.
                Kim San mengikutinya dari belakang.
                Kemudian, So Hee berbelok dan masuk ke sebuah lorong kecil. Mengambil kunci dari sakunya dan masuk ke dalamnya.  Di sanalah rumah So Hee. Terdempet diantara bangunan-bangunan lain. Sebuah rumah kecil yang tak terurus. Kim San naik ke tangga sebuah bangunan yang tampaknya sudah tidak digunakan. Setelah, naik ke atas bangunan tersebut, San hanya berdiri memandangi So Hee dari atas. Lewat jendela yang terbuat dari kaca dan sebuah penerangan sederhana.
                Kim San memperhatikan So Hee.
                So Hee membuka jaketnya yang tipis dan meletakkannya asal. Kemudian, mengambil mie dari kardusnya dan memasaknya dengan pandangan kosong. Setelah itu, memakannya dengan perlahan. Setelah itu, dia hanya asal meletakan bekas makanannya dan tidur di sebuah matras yang tipis. Dia cantik bahkan saat tidur, pikir San. Ada yang bilang jika kecantikan alami seorang wanita hanya akan terlihat saat dia tidur. Keanggunannya juga hanya akan terlihat saat dia tidur. So Hee tertidur dengan tenang dan rileks sekali. Meski, dari melihat jauh, tapi Kim San yakin So Hee tidak mendengkur.
                Kalau aku normal, aku mungkin sudah mencintainya, pikir Kim San. Dia meremukkan kaleng yang sudah habis diminumnya dan membuangnya ke sembarang arah. Rokok yang tadi dibelinya pun, sama sekali tidak disentuhnya. Dia membeli rokok itu hanya karena iseng, tapi San tidak merokok. Karena, merokok bisa merusak kesehatannya.
                Dia tak boleh mati sebelum bisa membalas dendamnya.
Kim San  baru pergi setelah matahari benar-benar terbit.  Saat dia yakin, So Hee sudah benar-benar tertidur.



[1] alasan seorang pria menjadi gay bermacam-macam. Ada karena trauma (misalkan karena pernah dikecewakan oleh wanita, sehingga berpikir jika semua wanita itu sama. Lalu, memutuskan untuk menjadi gay), atau bisa juga karena perasaan di dalam dirinya sejak kecil yang mengatakan dia ‘wanita’ (sehingga ingin berhubungan dengan ‘pria’), tapi bisa juga karena pergaulan dan alasan lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar