15
Begitulah,
Min Ho dulunya bukan gay. Dia pria normal seperti kebanyakan orang. Hanya saja,
dia bukanlah pria yang dicintai. Dia dibuang oleh kedua orang tuanya, mereka
hanya menganggapnya sebagai alat atau boneka yang kelak akan mereka kendalikan.
Selain itu, dia juga dibuang oleh lingkungannya.
Sejak kecil, Min Ho sudah
dibully oleh teman-temannya. Dia diejek dan tak ada satu pun yang mau
membelanya. Setiap kali berjalan di sekolah, Min Ho akan menundukkan kepalanya.
Takut. Malu. Karena, orang-orang mengolok-ngoloknya. Karena, mereka
menjadikannya bahan tertawaan. Ketika, akhirnya dia masuk universitas, Min Ho
sudah kehilangan rasa percaya dirinya. Meski, kaya, akhirnya Min Ho menjadi
suruhan, menjadi alat yang bisa dimanfaatkan, menjadi sesuatu yang akan
disayangi hanya ketika dibutuhkan. Setelah itu, kembali menjadi korban bully.
Tak ada satupun yang mau
mencintainya.
Karena
itu, Min Ho menjadi pria yang haus akan kasih sayang.
Kemudian,
Kim San datang ke dalam hidupnya. Memberikan apa yang selama ini begitu dia
idamkan. Sebuah cinta. Tentu awalnya, Min Ho menolak. Tapi, pada
akhirnya dia mau menerima cinta itu, meski dalam bentuk yang berbeda.
Meski, jika menerima cinta yang diberikan San akan membuatnya berbeda
dari orang lain. Karena, Min Ho ingin menerima cinta. Dia ingin dicintai seperti
kebanyakan orang. Dia ingin mencintai dan berbagi cinta dengan seseorang.
Meski,
dengan sesama pria[1].
Sejak
bertemu San, Min Ho mulai berubah. Tubuhnya yang kurus mulai berisi dan
berotot. Min Ho berubah menjadi pria yang tampan dan menjadi idaman wanita.
Bahkan, oleh wanta-wanita yang dulu sering mengejeknya. Hanya saja, Min Ho
sudah tidak perduli lagi dengan wanita-wanita itu. Karena, kini dia sudah
memiliki Kim San. Pria yang dia cintai. Demi dialah Min Ho berani berubah.
Padahal,
mungkin saja Kim San sama sekali tidak mencintainya. Kim San berani menjual
adiknya sendiri demi uang. Hal semacam itu, bukanlah hal yang sulit baginya.
Aku terkadang tak tahu apa dia benar-benar manusia atau bukan. Apa ada manusia
yang seperti Kim San, sampai sekarang aku sendiri tak tahu.
Jung
Woo membelokkan mobil ke sisi jalanan dan menghentikan mobilnya.
“Kenapa
kau tega menjual So Hyun? Padahal, So Hyun begitu lembut dan baik. Tapi, kenapa
dia punya kakak seperti dirimu?” tanya Jung Woo.
#####
So
Hyun terbangun karena ketukan pintu yang semakin keras. Tubuh So Hyun yang
kurus dan kecil bergerak di atas lantai yang sudah rusak. Rumah yang mereka
tinggali tidaklah besar. Hanya, sebuah rumah kecil yang berada di sudut kota.
So Hyun membuka pintu, kakaknya berdiri diluar dengan tangan memegang sebotol
minuman keras.
“Kenapa
kau baru membukanya sekarang? Apa kau tidak dengar suaraku? Apa kau tuli?”
teriak Tae Ho. So Hyun menutup mulutnya rapat-rapat, “Oppa, kau mabuk lagi?”
PLAK!!!
So
Hyun terbanting ke lantai.
“Kenapa kau tidak membuka
pintunya dari tadi?” teriak Tae Ho sambil menarik rambutnya. So Hyun menangis
dan ketakutan. Badannya penuh dengan luka, karena nyaris ditampar setiap hari.
“Kakak, ada apa denganmu? Kenapa kau jadi seperti ini? Kenapa saat kita sudah
bebas, kau jadi pemarah, pemabuk dan juga menyiksaku seperti ini?” katanya
dengan air mata mengalir dari kedua matanya.
Tae Ho meneguk lagi alkohol dan
melemparnya ke lantai sampai pecah.
Adiknya berteriak karena
ketakutan.
“Itu karena aku bosan melihatmu!
Kau hanya bisa menangis dan tak bisa menghasilkan uang untukku!” teriaknya. Tae
Ho menarik rambut So Hyun dengan lebih kencang dan membawanya ke kamar mandi.
Tanpa memperdulikan teriakannya yang semakin kencang. Kemudian, Tae Ho
memasukkan kepala So Hyun ke bak mandi yang penuh dengan air.
“Jika, tahu begini! Kenapa kau
tidak mati saja?! teriaknya.
Setelah puas, dia membanting So Hyun ke dinding. So Hyun tampak
sangat kelelahan bahkan sampai tidak bisa mengeluarkan suara tangisan. Hanya
air mata tak terus mengalir dari matanya.
“Tidak. Aku akan membunuhmu,
setelah kuhilangkan keperawananmu.” kata Tae Ho sambil terkekeh. “Setidaknya,
berikan aku bayaran karena telah membebaskanmu dari cengkraman ibu tiri kita yang
jahat...”
Saat, Tae Ho akan mezinahinya,
tiba-tiba saja pintu depan rumah terbuka dan sepasang suami-istri masuk ke
dalamnya. Karena letak kamar mandi yang berdekatan dengan pintu. Membuat mereka
bisa menebak apa yang telah terjadi. Wajah mereka kelihatan khawatir, sekaligus
waspada
“Apa yang kau lakukan?” tanya si
pria.
“Aku?” kata Tae Ho. “Aku sedang
menyiksa adikku yang tidak berguna ini. Kenapa? Lagipula, kalian tidak akan
jadi membelinya, kan?”
Adiknya tampak terkejut.
Wajahnya berubah menjadi pucat pasi seperti mayat. Dalam kelelahan, dia masih
bisa berkata dengan lirih, “Kau bahkan telah menjualku?” Kim Tae Ho menatapnya
dengan pandangan penuh hawa nafsu dan berkata, “Ya. Aku telah menjualmu. Aku
sudah mencari-cari orang yang mau membelimu. Entah sebagai budak ataupun
pembantu rumah tangga. Tapi, satu-satunya yang mau membelimu hanya pegawai
negeri miskin seperti mereka.”
Kim San melepas bajunya, bersiap melanjutkan
kegiatannya tadi.
Tiba-tiba pria itu menarik
rambut Tae Ho dan melemparnya keluar dari kamar mandi. Wanita yang kuyakin
istrinya langsung mendekat ke arah So Hyun dan memeluknya. Setelah si suami,
memukul Tae Ho berulang kali, kemudian berkata, “Dia adikmu sendiri! Bagaimana
bisa kau melakukannya? Apa kau tidak takut pada Tuhan?”
Kim Tae Ho terkekeh.
“Kau tahu siapa Tuhanku?”
katanya sambil tersenyum mengejek. “Tuhanku adalah yang bisa memberikanku
segalanya untukku.”
Wanita yang kutahu bernama Ha
Yoo Jin itu terlihat tak kuasa lagi menahan emosinya. Dia meletakkan So Hyun di
lantai dengan perlahan. Lalu, membuka kopor yang dibawanya dan membuka isinya.
Lalu, melemparkan isinya, di atas tubuhku.
“Maksudmu, uang, kan?”
Tae Ho hanya terkekeh.
“Ambil! Ambil uang itu! Tapi,
kami akan mengambil So Hyun. Meski, kami miskin dan hanya pegawai rendahan!
Tapi, dia lebih baik tinggal bersama kami. Daripada, tinggal dengan binatang
sepertimu!” Han Il Suk bangkit dan segera masuk ke kamar mandi. Mengangkatnya
dengan kedua tangannya dan melangkahkan kakinya pergi. Istrinya menyusulnya
dari belakang. Keduanya tampak tidak sudi menatap wajah Tae Ho.
Kim Tae Ho mengambil uang yang
bertebaran di seisi rumah sambil tertawa terbahak-bahak, “Aku kaya! Sekarang,
aku kaya! Dunia akan menerima hukuman atas semua perbuatannya padaku.”
teriaknya dengan kencang.
16
Jung Woo hanya diam saat Kim San
bercerita. Sebenarnya, dia sudah tahu cerita itu dari So Hyun. Tapi, tetap saja
dia terpaku saat mendengar Kim San menceritakannya.
“Awalnya, aku ingin menolong So Hyun. Tapi, lama-kelamaan, aku mulai lelah
untuk menolongnya. Aku bosan hidup dengannya. Aku ingin kekuasaan, aku ingin
harta, aku ingin menghancurkan dunia dengan tanganku sendiri.” katanya dengan
nada santai, tapi tersembunyi emosi di dalamnya.
“Itukah yang membuatmu menjadi
sangat kejam? Demi membalas dendam pada dunia? Demi membalas semua perlakuan
orang-orang yang jahat padamu? Dendam? Lalu, apa kesalahan Min Ho sampai
kau harus merusak dirinya sedemikian rupa?” tanya Jung Woo.
“Tidak ada.” kata San.
“App....apa?” Jung Woo sangat
terkejut. Selama ini, dia hanya berpikir alasannya karena San ingin melakukan
hal yang sama seperti yang dilakukan Jin Hee padanya. Dia pikir, Kim San ingin
membalas dendam pada anaknya.
Kim San kembali mengulanginya
dengan suara yang lebih pelan. Menyiksa batin Jung Woo dan menyayatnya rasa
kemanusiaan yang dimilikinya. Tapi, Kim San justru semakin senang melihat batin
Jung Woo yang tersiksa dan terintimidasi. Seperti, yang dia katakan. Saat ini,
Kim San sedang menyayat hatinya dengan pisau bergerigi.
“Tidak ada. Dia tidak melakukan
kesalahan apapun. Satu-satunya kesalahan yang dia miliki adalah dia begitu
bodoh. Begitu lugu, naïf dan polos. Membuatku bisa merubahnya menjadi seorang
homoseksual. Menjadi penyuka sesama jenis. Membuatnya, mencintaiku sampai dia
akan mati jika aku mati. Sampai dia berani mengorbankan dirinya untuk
menyelamatkanku. Membuatnya memujaku dan membuatnya berfikir jika aku adalah
yang paling benar, sementara yang lain salah.”
Tangan Jung Woo yang memegang
setir dengan gemetar.
Kim San merasakan puncak kesenangan
saat badan Jung Woo gemetar dengan kuat. Dia melepaskan tangannya dan menutupi
telinganya. Badannya sudah terlalu tersiksa sampai dia tak bisa sekedar untuk
melarikan diri sekalipun.
“Di..diam......” katanya dengan
nada putus asa. “Tuan...bi....bi..bisakah....anda berhenti?”
Tapi, Kim San sudah terlanjur
menikmatinya.
“Saat aku menyuruhnya menunjukku
agar bekerja di perusahaan miliknya. Dia melakukannya. Saat, aku menyuruhnya mendukungku
menjadi direktur, dia juga melakukannya. Nanti, saat, aku menyuruhnya
menghancurkan perusahaan dia akan melakukannya.”
Jung Woo memejamkan matanya,
tangannya menutup telinganya dengan kencang.
“Jika, saat itu terjadi,
selanjutnya aku akan menghancurkan pria itu dengan tanganku sendiri. Aku akan
menyiksanya dengan perlahan-lahan. Jika, dia memejamkan matanya, aku akan
memaksa dia membuka matanya agar dia melihat
kehancuran yang akan terjadi pada dirinya dan semua yang dia miliki.”
#####
Menurut kalian, apa Tae Ho
melakukan hal buruk pada So Hyun, benar-benar karena dia muak dengan So Hyun?
Jawabannya, tidak.
Tae Ho melakukan hal itu, karena
dia harus balas dendam pada musuh-musuh yang telah membuat keluarga mereka
hancur. Dia tak bisa melakukan itu jika So Hyun ada bersamanya. Karena, dia tak
ingin So Hyun menjadi seperti dirinya. Baginya, cukuplah dirinya yang menjadi
setan, bahkan kalau perlu menjadi iblis sekalipun.
Tapi, hal itu tidak boleh terjadi pada So Hyun.
Perlu waktu yang cukup lama bagi
Tae Ho untuk mencari orang tua yang cocok untuk So Hyun. Sampai, akhirnya, Tae
Ho menemukan Han Il Suk dan Han Se Kyung, pasangan suami istri yang tidak
memiliki anak. Dia meneliti sikap mereka selama berbulan-bulan untuk melihat
apa mereka baik, apa mereka bisa diandalkan, apa mereka akan menjadi orang tua
yang baik bagi So Hyun.
Kemudian, setelah itu hanya
perlu berbotol-botol soju untuk membuatnya mabuk, sehingga dia bisa
melakukannya tanpa ragu. Itulah yang selalu dilakukannya setiap malam saat
telah memutuskan untuk balas dendam.
Dia perlu membuang hatinya agar
bisa membalas dendam pada mereka.
Sekarang, apa Tae Ho sama
jahatnya dengan Choi Jin Hee dan Park Jae Seong? Atau malah mungkin lebih jahat
dari mereka? Menjadi iblis seperti dua orang itu? Dengan rendah hati kukatakan,
Aku tidak tahu.
17
Salju
yang turun malam ini, lebih banyak dari malam-malam sebelumnya. Dari mulut
orang-orang disekitar Kim San. Aku bisa melihat asap yang keluar dari mulut mereka. Karena, ini
bulan Januari, sudah tak ada lagi pernak-pernik natal yang biasanya akan
terpasang dimana-mana.
Kim
San berjalan seorang diri. Dia mengenakan celana hitam panjang, kemeja putih
dan sebuah mantel besar yang menutupi tubuhnya. Di lehernya, ada sebuah syal
merah yang menghangatkan lehernya. Hari ini, dia baru saja bertemu dengan
beberapa pemegang saham lain. Bernegosiasi dengan mereka, kemudian membeli
saham-saham mereka.
Sebenarnya,
tadi Jung Woo yang mengantarnya ke tempat pertemuan. Tapi, entah kenapa pada
akhirnya dia menyuruh Jung Woo pergi. Kim San, ingin menikmati malam seorang
diri. Meski, dia sendiri tak tahu apa yang ingin dinikmatinya. Matanya, melihat
berkeliling, sepuluh meter tak jauh dari tempatnya berada. Ada warung tenda
yang berwarna merah. Di sana, ada banyak orang yang sedang minum-minum sambil
bercengkrama dengan kawan-kawannya atau mungkin juga rekan bisninya. Sambil
menikmati berbotol-botol soju, tawa mereka terdengar sampai keluar tenda.
Kim
San kembali berjalan.
Dilihatnya
beberapa wanita sedang menunggu bus di halte. Sebagian dari mereka memegang
ponsel dan terkikik saat melihat sesuatu di dalam ponsel mereka. Sepertinya,
mereka sedang melihat gosip artis K-Pop yang sedang terkenal saat ini. Atau
mungkin juga sedang melihat betapa tampannya penyanyi K-Pop idola mereka.
Kim
San berjalan ke halte dan berdiri di
sana. Tak lama kemudian, bus datang dan San masuk ke dalamnya. Dulu, Kim San
sering sekali pergi ke sana-kemari dengan menggunakan bus.
Wanita-wanita
yang tadi berdiri di halte, sekarang berbisik-bisik saat melihatnya. Kim San
tahu, mereka memuji betapa tampan dirinya. Bahkan, mereka tanpa rasa malu
mengangkat ponsel mereka untuk memotret dirinya. Kim San tidak perduli, dia
hanya melihat salju yang turun dari luar bus. Memang, wajah ini banyak
gunanya, pikirnya. Dulu, biaya ayahnya tidaklah sedikit, Kim San akhirnya
mencari uang dengan menjual dirinya.
Bus
berhenti.
Kim
San turun dan berjalan ke sebuah toko yang tutup. Dari kejauhan, dia bisa
melihat So Hee yang sedang diam. Kim San bisa melihat rambut So Hee yang diikat
ke belakang. Rambutnya masih sama berantakannya seperti yang selalu dilihat Kim
San. Kim San berjalan dan masuk ke dalam toko. Kemudian, membeli beberapa
minuman hangat dan sebungkus rokok.
“Semuanya,
sepuluh ribu won.” kata So Hee.
Kim
San mengeluarkan uang sebanyak yang diminta So Hee. Tapi, saat So Hee akan
mengambilnya. Kim San memegang tangan So Hee dengan lembut. So Hee terkejut,
dia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman San. Hanya saja, San justru
membuat genggamannya menjadi lebih kuat. Dia menatap So Hee, “Apa kau selalu
sendirian?”
So
Hee tidak menjawab, dia berusaha menarik tangannya dari Kim San.
“Apa
kau mau menemaniku malam ini? Kau akan kubayar sepuluh kali lipat dari gajimu
di sini....” kata Kim San sambil menatap So Hee. So Hee masih tidak menatap
San, dia hanya berkata dengan nada dingin, “Apa Anda bisa melepaskan tangan
saya?”
San
akhirnya melepaskan genggamannya.
Kim
San melangkahkan kakinya keluar dari mini market. Dia berjalan ke tempatnya
semula dan membuka salah satu minuman hangat yang dibelinya. Kemudian,
meneguknya perlahan-lahan. Tapi, meski, kehangatan menjalar masuk ke dalam
tubuhnya. Mata Kim San hanya tertuju pada wanita itu. Kang So Hee. Wanita itu,
sama sekali tidak pergi. Dia sama sekali tidak terganggu dengan Kim San. Dia
tidak memperdulikan San.
Kim
San tertarik pada So Hee.
Tentu
bukan karena Kim San jatuh cinta pada So Hee. Kim San, tak mengenal cinta dalam
hidupnya. Dia hanya ingin tahu, apa mata itu akan berubah. Tatapan itu, tatapan
seseorang yang ingin mati. Apa tatapan itu akan berubah suatu hari nanti?
Karena, selama tiga tahun dia melihat So Hee. Tak pernah sekalipun, dia melihat
tatapan itu berubah.
Saat,
seorang wanita yang ingin mati, bertemu seorang pria yang ingin hidup
selama-lamanya. Apa yang akan terjadi?
18
So
Hee baru pulang sekitar pukul lima pagi. Saat, ada seorang pria yang
menggantikannya bekerja di mini market itu. Meski, jam menunjukkan pukul lima,
keadaan masih cukup gelap dan nyaris tak ada tanda-tanda matahari akan terbit.
Semoga saja, tidak ada badai salju.
So
Hee berjalan perlahan-lahan di atas jalanan yang sudah tertutupi salju. Kali
ini, salju sudah menutupi hampir sebagian besar bangunan. Suhu mungkin sudah
turun sampai ke nol derajat celcius, tapi So Hee hanya terus berjalan. Tidak
memperdulikan sekelilingnya, seolah-olah dia tidak merasakan hawa dingin sama
sekali.
Kim
San berjalan di belakangnya. Hanya berjalan untuk mengikutinya. Ketika, So Hee
masuk ke dalam bus. Kim San ikut masuk ke dalamnya. So Hee duduk di bangku ke tiga dari depan.
Sementara, San lebih memilih duduk di bangku paling belakang. Ketika bus mulai
berjalan, kedua orang itu, hanya memperhatikan salju yang terus turun tanpa
henti. Tak tahu untuk apa, hanya memandanginya saja........
Kim
San tak pernah ingat betul kapan dia mulai kehilangan ‘rasa’ pada wanita. Ada
kalanya San berpikir jika segalanya terjadi begitu saja. Seolah-olah dia memang
terlahir tidak untuk mencintai mahluk bernama wanita. Toh, memang Kim San tak
pernah merasakan perasaan itu. Karena, bahkan sebelum bencana itu terjadi pada
dirinya, dia masih terlalu kecil untuk menyukai wanita. Tapi, jika memang ada
pemegang saham yang mau menyerahkan sahamnya pada San dengan syarat harus
berhubungan intim dengannya. Kim San dengan senang hati akan meladeninya.
Meski,
Kim San tak pernah mempercayai bahwa cinta itu ada.
Selain cinta, San juga tak
pernah mempercayai siapapun. Apalagi, wanita. Karena, wanitalah mahluk yang
membuat hidupnya menjadi seperti ini. Kalau saja, dulu ayahnya tidak mencintai
Jin Hee dan mempercayaianya. Ayahnya, pasti tidak akan mengalami hal semacam
ini dalam hidupnya.
Bus
kemudian berhenti.
So
Hee turun dan San mengikutinya dari belakang. Aku tidak begitu tahu disebut apa
lingkungan tempat tinggal So Hee. Karena, lingkungan tempat tinggal So Hee
seperti asal dibuat. Rumah yang satu dengan yang lainnya berdempet satu dengan
yang lainnya. Pepohonan nyaris tidak ada. Bahkan, kalaupun ada hanya sebuah
pohon yang kehilangan daun-daunnya. So Hee berjalan melewati sebuah toko dan
kemudian turun dengan tangga yang tersedia di sana.
Kim
San mengikutinya dari belakang.
Kemudian,
So Hee berbelok dan masuk ke sebuah lorong kecil. Mengambil kunci dari sakunya
dan masuk ke dalamnya. Di sanalah rumah
So Hee. Terdempet diantara bangunan-bangunan lain. Sebuah rumah kecil yang tak
terurus. Kim San naik ke tangga sebuah bangunan yang tampaknya sudah tidak
digunakan. Setelah, naik ke atas bangunan tersebut, San hanya berdiri
memandangi So Hee dari atas. Lewat jendela yang terbuat dari kaca dan sebuah
penerangan sederhana.
Kim
San memperhatikan So Hee.
So
Hee membuka jaketnya yang tipis dan meletakkannya asal. Kemudian, mengambil mie
dari kardusnya dan memasaknya dengan pandangan kosong. Setelah itu, memakannya
dengan perlahan. Setelah itu, dia hanya asal meletakan bekas makanannya dan
tidur di sebuah matras yang tipis. Dia cantik bahkan saat tidur, pikir
San. Ada yang bilang jika kecantikan alami seorang wanita hanya akan terlihat
saat dia tidur. Keanggunannya juga hanya akan terlihat saat dia tidur. So Hee
tertidur dengan tenang dan rileks sekali. Meski, dari melihat jauh, tapi Kim
San yakin So Hee tidak mendengkur.
Kalau
aku normal, aku mungkin sudah mencintainya, pikir Kim San. Dia meremukkan
kaleng yang sudah habis diminumnya dan membuangnya ke sembarang arah. Rokok
yang tadi dibelinya pun, sama sekali tidak disentuhnya. Dia membeli rokok itu
hanya karena iseng, tapi San tidak merokok. Karena, merokok bisa merusak
kesehatannya.
Dia
tak boleh mati sebelum bisa membalas dendamnya.
Kim San baru pergi setelah matahari benar-benar
terbit. Saat dia yakin, So Hee sudah
benar-benar tertidur.
[1]
alasan seorang pria menjadi gay bermacam-macam. Ada karena trauma (misalkan
karena pernah dikecewakan oleh wanita, sehingga berpikir jika semua wanita itu
sama. Lalu, memutuskan untuk menjadi gay), atau bisa juga karena perasaan di
dalam dirinya sejak kecil yang mengatakan dia ‘wanita’ (sehingga ingin
berhubungan dengan ‘pria’), tapi bisa juga karena pergaulan dan alasan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar