Bab
1
Jika
kalian melihatnya, kalian mungkin akan sedikit merasa aneh ada laki-laki
sepertinya. Laki-laki itu berbadan kurus dengan kulit sawo matang. Rambutnya
lurus dan disisir ke samping. Wajahnya agak lonjong dengan dahi sedikit lebih
lebar. Menandakan jika laki-laki itu adalah laki-laki yang cerdas. Matanya
berwarna hitam dan tajam.
Dia sedang duduk dengan kepala
menghadap ke dinding. Meski wajahnya menatap lurus ke tembok, tapi, pikiran
laki-laki itu sedang berada di tempat lain. yaitu, berada pada Sang Pencipta.
Nama laki-laki itu, Muhammad Hakim Rasyid dan laki-laki bernama Hakim itu
sedang berdoa setelah lepas shalat isya.
Dia berada di sebuah sajadah
berwarna hijau muda dengan gambar Ka’bah di tengahnya. Di ujung sajadah itu ada
beberapa benang-benang yang sekarang sudah hampir rusak karena termakan usia.
Tapi, tampaknya Hakim sendiri memang tidak terlalu tertarik untuk memperhatikan
hal lain selain-Nya. Matanya yang hitam legam dan tangannya yang kurus
terangkat ke atas menandakan jika dia benar-benar serius dalam berdoa.
Mata laki-laki itu hitam legam.
Tapi, matanya yang hitam itu seolah-olah memperlihatkan keteguhan dan juga
ketegaran laki-laki itu. Di rumahnya sama sekali tak ada apa-apa.
Dia benar-benar pria sederhana.
#####
Jim Davidson tak banyak bicara hari ini. Mukanya
merenggut pertanda marah. Laki-laki berusia empat puluh tahun itu tak mampu
untuk berbicara macam-macam. Walaupun dia sebetulnya ingin marah sekali.
Perusahaan tempatnya bekerja adalah perusahaan yang
membawahi berbagai macam industri. Mulai dari baja, minyak mentah, obat-obatan
dan berbagai macam industri lainnya. Karena itu jangan heran jika di tangannya
ada jam tangan emas yang mahal. Mobilnya juga luar biasa dan laki-laki berbadan
agak bungkuk dan berwajah seperti burung bangkai yang siap menuggu kematian
mangsanya itu tak terlihat bahagia walaupun Veronika berulang kali
menghiburnya.
“Sabar Tuan! Mungkin sebentar lagi Mr. Severe akan
datang….” katanya sambil menggunakan tampang menggoda yang membuat nafsunya
naik. Tapi, Michael mencoba menolak tawaran itu dengan memalingkan muka.
“Dasar perempuan jalang !” katanya
mendesis.
Tak ada satu orang pun yang tidak mengenal Veronica.
Perempuan yang selalu membuat orang tergila-gila itu rela memberikan apapun
demi apa yang diinginkannya. Karena itu sudah jadi rahasia umum jika dia
mengalami kenaikan pangkat karena menyerahkan ‘sesuatu’ pada bagian kenaikan
pangkat.
Jim mengusap keningnya yang basah karena mencoba
menahan diri dari Veronica. ‘wanita
jalang’ itu menggunakan rok pendek dan baju berwarna merah padam. Lipstiknya
tebal dan memamerkan sebagian dari ‘bagian dalam’ tubuhnya yang eksotis.
Veronica masih tetap mengganggu Jim sampai seseorang
yang ditunggunya datang. Laki-laki itu tampaknya dilahirkan di dunia ini memang
untuk dipuja dan digilai banyak wanita. Laki-laki itu berbadan tegap dan juga
tinggi dengan badan yang meski tertutupi kemeja putih, tetap memperlihatkan
otot-ototnya secara sempurna. Kulitnya putih bersih dengan wajah yang
seolah-olah dipahat oleh para malaikat. Wajahnya itu berbentuk persegi panjang
dengan dagu yang agak runcing. Hidung mancung dengan bibir merah muda yang
sempurna. Tapi, matanya itulah yang paling sering membuat orang terpukau.
Matanya itu berwarna biru cermerlang menandakan kecerdasan dan intelegensia
yang tinggi. Laki-laki itu sangat sempurna untuk ukuran manusia.
Orang-orang yang melihatnya sering terpukau dengan
wajah dan penampilannya yang rupawan.
Jim berdiri dan mencoba memberi salam pada bosnya. Tapi, bosnya itu sama sekali tidak perduli.
Nama laki-laki itu Christian Severe IV.
Orang-orang menjulukinya dengan Malaikat yang
Turun ke Bumi. Dia mengenakan sebuah anting berbentuk salib di sebelah
kanannya yang terbuat dari emas murni. Ketika cahaya mengenai anting itu,
cahayanya terpencar ke segala arah.
#####
Badannya tegap dan tingginya mungkin mungkin sekitar
seratus delapan puluh lima sentimeter. Tak kalah dari laki-laki yang tadi. Laki-laki itu berambut mohawk dengan cat yang
merah menyala. Di telinga kanannya ada
enam anting dan begitu juga di telinga kirinya. Bibirnya kehitaman karena
terlalu banyak merokok. Meski tertutupi oleh bajunya yang hitam dan sobek. Tapi,
siapapun jelas bisa mengetahui jika laki-laki itu memiliki tato. Satu-satunya
yang paling menarik adalah dari matanya. Matanya berwarna kuning keemasan atau
yang lebh dikenal dengan sebutan amber[1].
Dia merokok dan membiarkan asap keluar dari
mulutnya, mengepul ke udara. Laki-laki itu sedang menduduki seorang laki-laki
lain.
“Lepaskan aku!” teriak laki-laki satunya.
Mereka sedang berada di sebuah tempat kumuh yang ada
di belakang pabrik. Sampah dan bangkai hewan berceceran di mana-mana. Tiba-tiba
seorang laki-laki berbadan kurus berlari ke arahnya dengan terburu-buru.
“Bos! Mereka datang!” katanya.
Laki-laki yang menyeramkan itu tampak tenang saja.
Benar saja, ada segerombolan laki-laki yang membawa
rantai dan alat pemukul berlarian ke arahnya.
Laki-laki yang diduduki oleh laki-laki menyeramkan itu berusaha melawan,
“Kau lihat? Kau akan mati!”
Tapi, si laki-laki menyeramkan itu hanya tersenyum
mengejek.
Dia melepaskan rokoknya
dan menginjaknya. Dia berdiri, setelah tak lupa menendang laki-laki yang tadi
didudukinya sampai tak sadarkan diri. Dia melepaskan jaketnya dan benar saja.
Dia mengenakan baju hitam tanpa lengan dan memperlihatkan sebuah tato abstrak
yang berbentuk seperti api. Memanjang dari pergelangan tangannya, melewati bahunya sampai ke lehernya.
Nama laki-laki itu,
Alfa Century.
Orang-orang
menjulukinya dengan sebutan Iblis Hitam. Mungkin, ada sekitar dua puluh orang
yang berlari ke arahnya. Mereka membawa pemukul, pisau, bahkan rantai. Tapi,
tampaknya dia tidak terganggu sama sekali. Orang-orang itu tak tahu, jika
mereka akan hancur hari ini.
Bab 2
Muhammad Hakim Rasyid
Jika, kau tanya aku. Tempat tinggalku tak lebih dari
sebuah apartemen kecil yang sejujurnya tak bisa disebut rumah. Ketika aku
mengatakan kata ‘apartemen’ pasti yang akan terbayangkan di benak kebanyakan
orang ( Indonesia) adalah sebuah gedung mewah dengan berbagai macam peralatan
yang modern. Tapi, sayangnya apa yang kusebut dengan ‘apartemen’ adalah sebuah
kamar bekas gudang yang ada terpisah dari gedung aslinya. Apartemenku berada
di lantai paling atas.
Di depannya kujadikan halaman, ada sebuah kursi
goyang, sebuah meja panjang yang sering kugunakan untuk tempat duduk. Selain
itu, di apartemenku hanya terdapat barang-barang yang murah dan kebanyakan
merupakan barang bekas. Seperti komputer yang sudah sangat butut dan
kadang selalu saja mati secara tiba-tiba.
Selain itu, di kamarku hanya terdapat sebuah kasur
yang lumayan bagus (sangat lumayan sebetulnya) dan kupikir, kasur itu
adalah salah satu barang mewah yang kumiliki –walaupun, beberapa bagiannya sudah bolong-bolong dan
sama sekali tidak bisa diperbaiki. Seperti juga lemari dan juga barang yang lainnya. Kasur itu juga merupakan kasur
bekas yang sudah tidak bisa dipakai lagi. Tapi, karena aku tidak punya uang
yang banyak. Jadi, aku tetap menggunakan kasur yang butut ini.
Aku tinggal di The Bronx. Begini, New York City atau
City of New York adalah salah satu kota terpadat di dunia. New York terletak di
pelabuhan alami besar di pantai Atlantik Amerika Serikat Timur Laut. Ada lima
borough[2] yaitu:
Manhattan, Brooklyn, Queens, The Bronx dan Staten Island. Nah, aku tinggal di
the Bronx yang merupakan borough paling utara. Satu hal yang paling menarik
adalah bagaimana orang-orang yang belum pernah ke sini mengatakan jika the
Bronx adalah sebuah kota yang kumuh.
Di the Bronx memang ada bagian kumuh. Tapi, bukankah
hal semacam itu memang selalu dan dimanapun kita berada? Jangankan, di New
York. Di Bandung saja, bukankah ada bagian-bagian kota yang indah. Tapi, ada
juga tempat tinggal kumuhnya juga bukan?
Tempat tinggalku bukan tempat tinggal yang mewah seperti di Manhattan.
Tapi, lebih sederhana dan juga lebih tenteram.
Kamar (yang bekas gudang ini) berada di atas
apartemen yang asli. Apartemen ‘yang asli’ memiliki dua lantai dan
beberapa bagiannya sudah rusak dan tidak bisa dipakai. Enaknya, tempat tinggalku punya halaman
tersendiri dan juga beberapa pot berisi bunga-bunga yang kutanam sendiri.
Karena tempatnya agak tinggi. Jadi, jika mau masuk ke dalam rumahku. Harus menaiki tangga yang tidak terlalu
besar. Aku sudah tinggal di sini nyaris delapan tahun karena tidak lulus –lulus
dari kuliahku di jurusan kedokteran.
Apartemen ini dimiliki oleh seorang haji yang pindah
dari Pakistan ke kota ini. Namanya, Mohamed Hisyam (lafalnya Muhammad Hisyam,
tapi orang barat memang lebih sering melafalkannya dengan pelafalan Mohamed).
Pria itu berbadan gemuk dan berkulit sangat putih. Ditambah dengan jenggot dan
kumis yang tebal –sebagaimana khas orang Arab kebanyakan- sampai kadang aku
berpikir bagaimana jika dia flu? Bukannya malah akan membuat ingusnya mengalir
kemana-mana?
Hubungan AS dan Islam yang pasang-surut tentu
berpengaruh juga padaku. Mungkin, sekarang sudah sedikit lebih baik. Tapi, dulu
jika terjadi ketegangan sedikit saja antara Amerika dan islam. Kami pasti akan
jadi korban. Dulu, tetanggaku yang tinggal di apartemen dalam. Pernah dilempari
batu oleh orang yang tidak dikenal. Akibatnya, dia harus dibawa ke rumah sakit
karena batu itu mengenai matanya.
Hari ini ada banyak sekali tugas yang harus dilakukan. Kebanyakan orang
memilih menuliskan semua yang akan dilakukan dan mengaturnya sedemikian rupa.
Sehingga nantinya tidak berantakan. Tapi, aku tidak melakukannya, karena aku
sudah hafal semua jadwal-jadwalku. Selain sekolah kedokteran, aku juga bekerja
sampingan sebagai penjaga buku di perpustakaan, penjaga restoran, penerjemah
buku bahasa arab ke dalam bahasa inggris , jadi kasir di sebuah mall,
jadi tukang dagang kaki lima dan kadang-kadang jadi tukang becak –di sini
dikenal dengan sebutan pedcabe.
Begitulah, siklus hidupku. Walaupun dapat tunjangan
dari beasiswa –dari mulai tempat tinggal sampai makan dan segala macam. Tapi,
aku ingat seseorang yang lebih butuh dariku. Siapa dia?
Ibuku.
Ayahku sudah meninggal sejak lama. Karena itu yang
jadi tulang punggung keluarga adalah aku. Aku yang harus repot sana-sini demi
menghidupi satu orang ibu, empat orang adik. Lahan peninggalan ayah memang
lumayan, tapi, jika dilihat sekarang, di mana harga-harga di Indonesia
melambung tinggi. Harga dari tanah itu hanya cukup untuk makan. Sedangkan tentu
saja adik dan semua keluargaku pasti butuh hal lain. Semuanya memerlukan biaya
lebih. Untuk biaya sekolah, untuk membayar listrik dan tentunya untuk makan dan
juga minum.
Aku sama sekali tidak berusaha sok elit atau berusaha
agar kelihatan kaya. Tapi, aku benar-benar berusaha agar keluargaku hidup yang
cukup. Karena itu aku selalu bekerja dengan keras. Setap hari senin aku akan
pergi ke universitas untuk kuliah. Setelah itu langsung ganti seragam jadi
seorang penjaga toko buku sampai sore. Terakhir jadi seorang pelayan restoran
sampai larut malam. Jika beruntung dan tidak ada tugas apapun maka aku akan
pulang sekitar pukul satu pagi. Tapi, jika ada tugas, aku bisa tidak tidur
seharian penuh.
Karena itu, jangan heran, jika di mataku terkadang
ada garis kehitaman pertanda kurang tidur. Mataku kadang bengkak karena kurang
tidur. Tapi, seperti yang kukatakan, aku harus bekerja demi semua angota
keluargaku. Semua anggota keluargaku harus hidup bahagia tanpa merasa kesusahan
sedikitpun. Di kamarku ada berbagai macam tulisan, nasihat, perkataan orang
hebat yang berfungsi untuk menguatkanku. Membuat semangatku naik. Walaupun
kenyatan bukan karena itulah aku betahan. Aku bertahan karena sebuah perkataan
ibuku yang jauh lebih mmebuatku semangat,
“Jadilah orang hebat nak! Kejarlah impianmu. Jadilah
orang yang benar-benar bisa membawa kebaikan bagi dunia ini.”
Itulah sebuah kata-kata yang pertama kali diucapkan
oleh ibuku kepadaku ketika aku pergi dari negeriku ke tempat asing ini. Dan
sampai saat ini, kata-kata itulah yang selalu terngiang dalam kepalaku. Jika
aku kehabisan stok semangat, maka aku akan mengingat ibuku dan membiarkannya
membuat semangatku naik kembali. Begitulah siklus hidupku yang sebenarnya
sangat membosankan. Tak kurang selama bertahun-tahun aku selalu melakukan ini
tanpa ada waktu istirahat sedikitpun.
#####
Suatu hari
ketika seorang teman yang kasihan padaku membawa sebuah pekerjaan yang bisa
membuat aku tidak perlu bekerja keras lagi –itulah yang dikatakannya. “Kamu tak
perlu bekerja sekeras itu lagi. Jika kamu mau bekerja dengan sungguh-sungguh
maka bukanlah tidak mungkin kamu bisa membeli sebuah apartemen baru yang lebih
bagus.” katanya. Aku menjadi penasaran. Pekerjaan apakah itu?
“Apa itu?” tanyaku penasaran. Pria yang membawaku
itu adalah seorang TKI dari Indonesia. Namanya, Mahmud. Kulitnya sawo matang
dengan wajah agak gelap dan hidung pesek. Kami kenal sudah cukup lama, meski
selama ini aku selalu berusaha menghindarinya. Bukannya bermaksud, untuk
berprasangka buruk. Tapi, dia memang bukan orang yang terlalu baik. Tapi, untuk
yang satu ini aku ingin berprasangka baik padanya.
“Pokoknya, ikutlah dulu denganku. Kapan kau libur
kuliah?”
“Rabu aku sudah libur selama seminggu.” kataku.
Mahmud mengangguk perlahan-lahan dan berkata, “Baik.
Nanti, bawalah bajumu secukupnya. Kita akan pergi ke tempat yang jauh.” Setelah
itu, kami naik kereta dan pergi dengannya ke salah satu tempat yang tidak
terlalu kukenal. Dia membawaku sampai akhirnya kami sampai ke tempat yang dia
maksud. Tapi, setelah mengalami perjalanan begitu jauh, pada akhirnya hanya
kekecewaan yang kudapat.
“Disini..”
ujarnya.
Aku kecewa.
Sangat kecewa.
Tanpa berkata apa-apa lagi aku pergi dan tak
mempedulikannya. Membiarkannya berteriak-teriak seperti orang gila kepadaku
yang terus menjauh, “Kenapa kau menolak semua ini?! Hakim! Jadi orang jangan
terlalu naïf! Kita hidup butuh duit! Kau juga harus melunasi biaya pendidikan
adik-adikmu, kan?”
Aku terus berjalan tanpa memperdulikannya.
Tapi, Mahmud malah menarik tanganku dan berusaha
membawaku ke sana.
“Apa kau gila?!”
Aku melepaskan genggamannya dengan keras dan kembali
melangkah pergi. Rasanya menakutkan bagaimana dia melakukan ini padaku. Tempat
yang dia maksud adalah sebuah tempat
perjudian yang cukup besar. Aku memang tak pernah ke sana. Tapi, tempat itu
cukup terkenal di New York dan salah satu tempat perjudian terbesar yang ada di
Amerika.
Aku tak bisa bekerja di sana.
Seandainya, bisa aku ingin hidup seperti Imam Ahmad
yang menolak semua uang dari penguasa dan hidup miskin demi menjaga diri dari
benda-benda ataupun harta-harta syubhat. [3]
Tapi, aku tahu betul jika untuk keadaanku sekarang membuatku tidak bisa
melakukannya. Aku hidup di negeri ini, hidup di sebuah negeri penuh kebebasan
dan menganggap agama hanya sebagai penghalang menuju kebebasan. Tapi,
setidaknya, bahkan meski aku harus memakan benda syubhat sekalipun. Aku tidak
akan bekerja di tempat seperti itu.
Tidak akan pernah.
Aku
tidak akan membiarkan penghasilan haram pada diriku dan keluargaku. Aku
berjalan dengan tegas dan kuat. Sementara, Mahmud masih saja berteriak tak karuan dengan bahasa
jawa yang medok.
“Kau
orang tua yang kolot Hakim! Kau sangat kolot! Kau kuno!”
Aku
hanya berjalan perlahan sambil berkata, “Kau sangat menyedihkan Mahmud. Kau
hanya hidup untuk uang. Kau tidak punya prinsip, pemikiran. Kau hanya hidup
untuk uang. Kau sangat menyedihkan....”
Hujan tuba-tiba membasahi bumi. Membiarkan langit
membasuhku dengan hujannya yang lebat.
“Ya Allah, aku seorang muslim. Aku tahu bahwa engkau
Tuhanku. Tolonglah aku ya Rabb! Maka
tolong aku. Datangkanlah pertolongan-Mu yang akan membantuku keluar dari semua
masalah ini....”
Tanpa sadar aku berdoa dan terus berlari.
Memasuki lorong yang menuju ke kereta bawah tanah.
Walaupun saat ini perasaan sakit masih mendera hatiku yang kacau. Tapi, aku
masih sadar hanya dengan keretalah aku bisa pulang. Uangku tak cukup untuk
menaiki taksi. Jadi, dalam keadaan basah kuyup aku membeli tiket dan memasuki
kereta dengan asal. Kemudian, duduk dengan asal pula.
Bismillah!
kataku dalam hati.
[1]
Amber adalah warna kuning keemasan dan warna coklat muda/ tembaga pada mata.
Terjadi akibat pengendapan lipochrome
dan pigmen kuning pada iris mata. Salah satu warna mata paling langka di
dunia dan disebut juga mata serigala.
[2]
Borough adalah suatu bentuk pemerintahan khusus yang memimpin lima bagian
konstituen tetap dari kota terkonsodilasi.
[3]
Benda yang tidak jelas halal atau haramnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar