7
Alfa
menarik tangannya dengan keras dan mendengus kesal. Lalu, melangkah pergi
menjauh. Hakim terjatuh ke tanah dan
memegang lehernya yang sesak. Dia menarik nafas perlahan-lahan, berusaha agar
aliran nafasnya kembali normal. Tiba-tiba seorang anak kecil dengan rambut
dikuncir dua dan wajah penuh dengan bintik merah yang sejak tadi bersembunyi
dibalik tubuh besar Chris keluar.
“Kau
tidak apa-apa?” tanya anak itu.
Hakim
mengangguk.
Hakim
berdiri perahan-lahan dan dia bertanya pada anak kecil itu. “Apa kau tahu dimana
kami sekarang?”
“Siapa
namamu?” tanya Hakim tanpa menunggu jawaban dari anak kecil itu.
“Lisa
Hamsworth.” katanya dengan lugu. Chris-lah yang tadi berteriak. Untung saja,
Christian tadi berteriak sehingga Hakim juga bisa terselamatkan. Matahari sudah
mulai menggelincir perlahan-lahan. Tiba-tiba seorang ibu berbadan gemuk datang
tergopoh-gopoh ke arah mereka. Wajahnya memperlihatkan kekhawatiran yang
sangat.
“Lisa!
Bukankah, sudah kukatakan agar tidak keluyuran!” teriaknya.
Anak
kecil itu hanya menggelengkan kepalanya sambil cemberut dan menggelengkan
kepalanya. “Tapi, Bu! Ini bahkan belum sore.” katanya dengan tegas dan keras.
Ibunya menatap mereka berdua dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Apa
kalian baru datang?” tanyanya. Hakim mengangguk dan Chris hanya diam.
Masing-masing mereka sama-sama menyadari jika baru mereka berdualah manusia
yang mereka temui di tempat ini. Dimana tempat ini? pikir mereka lagi.
Tapi, ketika Hakim akan bertanya lagi kepada mereka. Tiba-tiba saja ibu itu
sudah melangkahkan kakinya pergi meninggalkan mereka.
Chris
masih sempat mendengar anak kecil bernama Lisa itu berkata, “Tapi, ini baru
akan sore. Apa kau pikir mereka akan datang?”
#####
Malam sebentar lagi akan datang.
Bagaimanapun, mereka belum mendapatkan transportasi untuk bisa pergi dari kota
ini. Karena, tak ada satupun orang yang mereka temui kecuali dua orang ibu dan
anaknya tadi. Chris berjalan seorang diri sementara Hakim juga sudah berpisah
dengannya. Bagaimanapun, masing-masing mereka tidak saling mengenal dan tidak
ada alasan bagi mereka untuk bepergian bersama.
Alfa Century sudah akan mabuk karena
terlalu banyak minum bir yang dia ambil secara paksa dari beberapa mesin
minuman yang ada di seberang jalan. Mesin-mesin itu rusak karena dihajar
olehnya. Bagi Alfa, dia tidak terlalu
memikirkan apakah di tempatnya sekarang ada manusia atau tidak. Bukannya dia
tidak memperhatikan, tapi, dia benar-benar tidak perduli.
Malam mulai menjelang dan
bintang-bintang tampaknya enggan keluar memperlihatkan dirinya. Bahkan, bulan
yang biasanya ada, pada akhirnya hanya bersembunyi di balik gelapnya malam.
Menyelimuti dirinya sendiri dengan kegelapan sehingga tidak bisa dilihat oleh
siapapun. Bangunan-bangunan tampak gelap dan kosong. Beberapa kaca sudah pecah
dan sama sekali tidak terurus. Sampai detik ini, Alfa tidak bertemu dengan siapapun.
Christian Severe IV memejamkan mata
di kursi yang berada di halte bus. Dia tidak sedang melakukan apa-apa. Hanya
diam dan mendengarkan. Chris sedang tidak ingin untuk mabuk dan dia juga tidak
ingin bermain dengan wanita manapun. Alasannya sederhana, karena semua
barang-barangnya tertinggal di dalam mobil dan dia tidak membawa apapun kecuali
pakaian yang dikenakannya sekarang. Tak
ada suara apapun atau siapapun. Hanya dirinya dan kegelapan. Karena, menurutnya
hanya itu satu-satunya cara yang bisa dia lakukan sekarang. Hanya diam dan
menunggu.
Perlahan-lahan tapi pasti dirinya
mulai mendengar sebuah suara......
Di tempat lain, Muhammad Hakim
Rasyid mengangkat kedua tangannya sambil mengucapkan takbir dan kemudian rukuk
dengan punggung tegak dan rata seperti yang diajarkan hadis nabi. Matanya
melihat ke arah tempat sujud dengan patuh dan tunduk pada Yang Maha Kuasa.
Hakim melaksanakan sholat maghrib dengan beralaskan koran bekas di sudut kota
itu. Hakim sudah berusaha mencari mushola hanya saja sampai sekarang dia belum
menemukan tempat lain untuk sholat. Akhirnya, dia mengambil sebuah koran yang
masih bersih tapi sepertinya dibuang pemliknya. Lalu, menghamparkan di atas
jalalanan dan sholat di atasnya.
Pikiran Hakim sedang tertuju
pada-Nya.
Hanya
pada-Nya.
Tak
menyadari jika sejak malam itu, takdir mereka bertiga benar-benar telah terikat
dalam sebuah ikatan yang mungkin tidak akan bisa diputuskan oleh siapapun
kecuali Pemiliknya.
Woo
ternyata masih tetap berdiri di belakang Kim San tanpa sedikitpun bergerak. Kim
San sendiri tidak terlalu perduli hal itu dan terus menikmati kehangatan yang
muncul akibat dari kopi yang diminumnya.
Jung Woo tiba-tiba berteriak,
“Kenapa kau berbeda sekali dengan So Hyun? Kenapa kau begitu jahat”
Kim San membalikkan badannya dan
sekali lagi mereka saling berhadapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar